HaKI Bisa Jadi Jaminan Kredit Bank, Cek Mekanisme dan Syaratnya

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam konpers peluncuran OJK Infinity 2.0 di Menara Radius Prawiro, Jakarta, Kamis (24/4/2025). (Fakta.com/Kania Hani Musyaroh)
FAKTA.COM, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan skema pembiayaan untuk pelaku usaha agar bisa memanfaatkan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman dalam mengakses pembiayaan dari lembaga jasa keuangan, misalnya bank.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengatakan bahwa kebijakan penggunaan HaKI sebagai jaminan utang sudah diakui berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif. Kebijakan ini sebagai upaya meningkatkan akses keuangan dalam mendukung ekonomi dan industri kreatif.
“Terobosan berkaitan dengan hak kekayaan intelektual, HaKI dalam salah satu kemungkinan dapat menggantikan jaminan untuk pendukung kolateral, memang sudah diakui berdasarkan peraturan yang ada,” ucap Mahendra baru-baru ini.
Penggunaan HaKI sebagai jaminan utang sudah menjadi salah satu pertimbangan dalam pemenuhan persyaratan untuk pemberian pembiayaan dari suatu organisasi ataupun lembaga jasa keuangan. Dalam pelaksanaan secara umum, kolateral ataupun penjaminan itu merupakan salah satu persyaratan yang diperlukan untuk pemberian pinjaman.
Salah satu syarat yang menjadi pertimbangan antara lain karakter atau reputasi dari pihak perusahaan. Apabila yang meminjam merupakan nonperusahaan, maka juga ada pertimbangan secara individu. Kemudian berikutnya, terkait laporan keuangan dan prakiraan keuangan ke depan yang akan menunjukkan kemampuan pembayaran kembalinya.
Ketua DK OJK, Mahendra Siregar.
Ketua DK OJK, Mahendra Siregar sebut Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) bisa dipakai jadi jaminan pinjaman bank dalam konpers Jakarta, Kamis (24/4/2025). (Fakta.com/Kania Hani Musyaroh)
Namun demikian, OJK masih membuka opsi pembiayaan lain untuk sektor ini dengan securities crowdfunding (SCF) atau jenis kebutuhan lainnya yang sudah biasa dilakukan di pasar modal atau pendanaan dari modal ventura sebagai alternatif.
Menurutnya, salah satu inovasi teknologi yang dapat membantu perusahaan pembiayaan untuk menilai kelayakan perusahaan baru seperti startup atau UMKM menggunakan alternative credit scoring (ACS). Ia menjelaskan bahwa ini merupakan suatu proses penilaian kelayakan pembiayaan atau kredit yang bukan hanya berbasiskan pendekatan-pendekatan konvensional seperti yang dilakukan oleh perusahaan yang memberikan kredit biasa.
“Ini memang targetnya adalah perusahaan-perusahaan yang baru, start-up, atau UMKM yang memang lagi-lagi belum tentu dapat memenuhi standar tadi. Nah, itu kami melihat kemungkinan demikian inilah yang mungkin bisa lebih prospektif dalam memberikan pembiayaan. Tapi itu pun juga harus diuji, dikembangkan di tes [dalam sandbox],” jelas Mahendra.