Sejumlah Pernyataan Negatif Prabowo Soal Saham Bisa Bikin Investor Kabur

Presiden Prabowo Subianto di 'Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia', Jakarta, Selasa (8/3/2025). (Tangkapan layar kan YouTube Sekretariat Presiden)
FAKTA.COM, Jakarta – Presiden RI, Prabowo Subianto beberapa kali memberikan komentar negatif terhadap pergerakan pasar modal Indonesia. Ternyata, dampak komentar tersebut tidak bisa dianggap remeh, mengapa begitu?
Seperti diketahui, Prabowo beberapa kali kedapatan memberikan komentar kontroversial terhadap pasar modal. Misalnya, dalam Milad Muhammadiyah ke-112 di Kupang, Rabu (4/12/2024), Prabowo menganalogikan investasi saham bagi rakyat kecil dengan praktik judi.
“Itu untuk orang kecil biasanya sama dengan judi. Itu yang menang ya bandar yang besar,” ujar Prabowo.
Kemudian, ketika IHSG sempat terkoreksi beberapa waktu lalu dan sejumlah pengamat mengaitkannya dengan kepercayaan investor terhadap program prioritas Indonesia, terutama Makan Bergizi Gratis (MBG), Prabowo justru meminta agar pasar tidak merespons negatif. Sebab, program itu ditujukan untuk rakyat.
Terbaru, dalam Sidang Kabinet Paripurna, Jumat (21/3/2025), Prabowo berujar bahwa tak masalah harga saham turun, asalkan stok pangan Indonesia aman.
“Pangan adalah yang paling utama. Harga saham boleh naik turun, pangan aman negara aman,” kata Prabowo.
Ekonom Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa pernyataan Prabowo mereduksi pasar modal. Walhasil, investor bisa memandang bahwa Prabowo kurang memahami dinamika yang terjadi di pasar modal.
“Bila pernyataan-pernyataan semacam ini terus berulang, maka dapat menjadi indikasi bahwa pasar modal tidak berada dalam radar prioritas kebijakan ekonomi pemerintah,” kata Achmad dalam keterangan tertulis, Jumat (25/4/2025).
Terlebih, Achmad bilang bahwa pasar modal bukan sekadar ruang spekulasi. Menurutnya, itu adalah infrastruktur penting dalam pendanaan sektor riil. Baik melalui penawaran saham maupun obligasi.
“Jika pemerintah dianggap tidak berpihak pada pasar, investor akan menilai risiko investasi di Indonesia lebih tinggi. Mereka bisa mengalihkan dananya ke negara lain yang menawarkan kepastian dan stabilitas lebih kuat,” kata Achmad.
Padahal, pasar modal Indonesia tengah bergejolak beberapa waktu terakhir. Hal tersebut tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung melemah hingga tingginya net outflow, terutama di pasar saham.
Pertengahan tahun lalu, tepatnya Kamis (19/9/2024), IHSG ditutup kuat pada level 7.905,39, catatan yang bahkan hampir menembus angka 8.000. Akan tetapi, per Jumat (25/4/2025), IHSG berada di level 6.678,92.
Bahkan, sepanjang bulan ini, IHSG dua kali mengalami trading halt atau pembekuan pasar sementara, lantaran mengalami kontraksi hebat. IHSG juga sempat ditutup di bawah 6.000 bulan ini, yakni 5.967,99 per Selasa (9/4/2025).
Begitu juga dengan tingginya net outflow investor asing di pasar saham Indonesia. Sepanjang bulan ini, investor asing masih konsisten dicatatkan net sell. Artinya, lebih banyak investor asing yang menjual saham, alih-alih membeli di pasar saham Tanah AIr.
Hingga pekan ke-3, yakni 21-25 April 2025, foreign net sell dicatatkan sebesar Rp1,153 triliun. Meski catatan ini lebih rendah dibandingkan pekan ke-2 April, tetapi angkanya masih negatif.
“Jika pernyataan-pernyataan yang mereduksi fungsi pasar modal terus disuarakan oleh presiden atau pejabat tinggi lainnya, risiko sistemik terhadap sektor keuangan bisa meningkat,” imbuh Achmad.