Negosiasi dengan AS, Airlangga: Tak Ada Bahasan soal Pasar Mangga Dua

Tampak depan Pasar Pagi Mangga Dua, Jakarta. (Dok. Pasar Pagi Mangga Dua)
FAKTA.COM, Jakarta – Perhatian Amerika Serikat (AS) terhadap Pasar Mangga Dua yang dianggap sebagai pusat peredaran barang bajakan sempat ramai diperbincangkan publik.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengakui bahwa isu tersebut tidak disinggung dalam lawatan negosiasi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah AS yang berlangsung sejak (15/4/2025).
Sebagaimana diketahui, dalam laporan "2025 National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers" yang dirilis pada Senin (31/3/2025), AS menyoroti maraknya peredaran barang palsu di Pasar Mangga Dua, Jakarta, yang disebut sebagai salah satu pasar utama terkait pembajakan merek dagang dan pelanggaran hak cipta.
United States Trade Representative (USTR) menyarankan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perlindungan hak cipta dan merek dagang sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi hambatan dalam hubungan perdagangan antara kedua negara.
Saat paparan perkembangan negosiasi dagang antara Indonesia-AS pada Jumat (25/4/2025), di Jakarta, Airlangga menyebut bahwa diskusi lebih difokuskan pada topik-topik teknis lainnya yang lebih mendalam.
“Tidak ada pembahasan mengenai Pasar Mangga Dua. Ini tidak ada,” cetus Airlangga.
Menurutnya, berbagai pertanyaan yang muncul di publik seputar Pasar Mangga Dua lebih merupakan hasil spekulasi yang berkembang luas.
Namun, merujuk pada pernyataan resmi dari USTR, pemerintah sebaiknya tidak menganggap hal ini sekadar sebagai spekulasi belaka.
Pasalnya, pada hari yang sama, Kementerian Perdagangan juga menemukan barang-barang bajakan di Pasar Mangga Dua, yang terbukti melanggar Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
"Kami kemarin cek apakah ada juga di situ barang-barang ilegal, tetapi ternyata lebih banyak [ditemukan] masalah HaKI yakni masalah pelanggaran mereknya," ujar Menteri Perdagangan, Budi Santoso di Kabupaten Tangerang, Banten kepada Antara pada Jumat (25/4/2025).
Sikap pemerintah yang menganggap isu ini sebagai spekulatif belaka justru menimbulkan kesan bahwa negara bersikap pasif dalam menangani pelanggaran
Hal ini turut dikritisi oleh Pengamat Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat dalam keterangan tertulisnya pada Senin (21/4/2025). Ia menilai pemerintah masih pasif dan menunggu laporan pemegang merek sebelum menindak pelanggaran HaKI.
“Tuduhan AS memang keras, tapi bisa menjadi momentum untuk memperbaiki sistem perlindungan HaKI di Indonesia,” tandas Achmad.