Perang Dagang Memanas, Rupiah Makin Menjauh dari Asumsi Makro 2025

Petugas menghitung uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di gerai penukaran mata uang asing. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa/aa)
FAKTA.COM, Jakarta – Rupiah masih terus melanjutkan tren pelemahannya. Per Selasa (22/4/2025), Rupiah ditutup melemah pada level Rp16.849. Ekonom Senior Bank DBS, Radhika Rao mengungkap bahwa pemerintah perlu melakukan penyesuaian terhadap asumsi makro APBN TA 2025, termasuk kurs Rupiah.
Seperti diketahui, dalam asumsi makro APBN TA 2025, kurs Rupiah dipatok sebesar Rp16.000 per US$1. Akan tetapi, di tengah gejolak perekonomian, termasuk tekanan global, nilai Rupiah terus mengalami pelemahan.
Bahkan, di pasar NDF (Non Deliverable Forward), kurs Rupiah sempat menembus level Rp17.00 di awal April ini.
Karena itu, Radhika mengatakan bahwa pemerintah perlu memikirkan untuk meninjau kembali asumsi makro yang sudah ditetapkan.
“Beberapa asumsi makro dalam APBN 2025 juga mungkin perlu ditinjau kembali. Sebagai contoh, mengacu pada nilai tukar USD/IDR di level 16.100 per USD, sementara saat ini Rupiah berada di level yang lebih lemah,” jelas Radhika dalam keterangan tertulis, Senin (21/4/2025).
Dalam kesempatan terpisah, Analis Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi menjelaskan di luar berrbagai faktor lain, kebijakan tarif dagang Trump juga mempengaruhi perekonomian Indonesia. Walhasil, dalam beberapa waktu ke depan, kurs Rupiah masih akan bergejolak, mengikuti perkembangan dinamika perang dagang.
Menurutnya, imbas dari gonjang-ganjing perang dagang, neraca perdagangan Indonesia berpotensi menyusut.
Seperti diketahui, per Maret ini Badan Pusat Statistik (BPS) merilis catatan perdagangan Indonesia. Pada periode itu, Indonesia berhasil surplus dagang sebesar US$4,33 miliar. Akan tetapi, Ibrahim menilai surplus dagang Indonesia akan menyusut perlahan.
“Alasannya, terjadi eskalasi perang dagang akibat penerapan tarif resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada para mitra dagangnya termasuk Indonesia,” jelas Ibrahim dalam keterangan tertulis, Selasa (22/4/2025).
Dengan pengenaan tarif resiprokal baru ini, diperkirakan akan terjadi pelemahan permintaan dari sejumlah mitra dagang Indonesia, khususnya di sektor manufaktur dan industri berbasis SDA (Sumber Daya Alam).
“Selain itu, fluktuasi harga energi dan mineral global dapat memengaruhi nilai ekspor Indonesia,” imbuh Ibrahim.
Sejumlah faktor itulah yang menurut Ibrahim menjadi faktor yang paling signifikan mempengaruhi kurs Rupiah.