FDI Indonesia Berpotensi Melambat di Tengah Dinamika AS-China

Ilustrasi Ekspor. (Dok. Kemenkeu)
FAKTA.COM, Jakarta – Salah satu dampak yang jarang disoroti dari gejolak perang dagang Amerika Serikat dan China adalah melambatnya investasi asing yang masuk ke Tanah Air. Hal tersebut disampaikan oleh Ekonom INDEF, Abdul Manap Pulungan dalam Diskusi Publik INDEF, Kamis (17/4/2025), secara daring.
Dalam kesempatan itu, Abdul merumuskan sejumlah dampak ekonomi dari perang dagang AS–China terhadap perekonomian Indonesia, salah satunya menyasar sisi investasi, termasuk foreign direct investment (FDI).
Sebab, kebijakan Presiden Donald Trump menciptakan persepsi pesimis di mata investor. Dalam hal ini, Abdul mengutip survei McKinsey yang menunjukkan bahwa 65 responden negara maju merasa kondisi perekonomian 2–6 bulan ke depan akan jauh lebih buruk.
“Pada sisi lain ini tentu akan mempengaruhi investasi karena FDI itu akan memproduksi barang-barang yg akan diperdagangkan di dunia internasional,” jelas Abdul.
Di sisi lain, likuiditas global juga masih seret, imbas dari kebijakan suku bunga tinggi. Walhasil, uang yang disalurkan ke sektor riil juga terbatas. Bahkan, kemungkinan kebijakan suku bunga akan semakin ketat.
Sinyal pengetatan moneter oleh The Fed terlihat dari tekanan Dolar seiring meningkatnya pesimisme investor terhadap prospek ekonomi AS. Begitu juga dengan ekspektasi inflasi yang agaknya akan semakin tinggi imbas dari perang dagang.
Terlebih, jika melihat data asal negara FDI ke Indonesia tahun lalu, China dan Amerika Serikat termasuk ke dalam daftar lima negara terbesar.
China berada di peringkat ke-3 dengan total FDI mencapai US$8,1 miliar. Sementara itu, AS ada di peringkat ke-5 menggelontorkan FDI ke Tanah Air sebesar US$3,7 miliar.
Di luar kondisi global yang penuh ketidakpastian, Abdul juga menyoroti buruknya efisiensi investasi Indonesia yang tercermin dari tingginya nilai ICOR (Incremental Capital Output Ratio).
Padahal, tingginya FDI ini penting untuk menyerap tenaga kerja dan menggerakan perekonomian, baik melalui Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau konsumsi.