Pemerintah Perlu Beri Pengertian pada Trump Soal Sertifikasi Halal

Ilustrasi - Proses sertifikasi halal. (Ist)
FAKTA.COM, Jakarta – Menanggapi tarif dagang Amerika Serikat, pemerintah perlu memberi pemahaman bahwa sertifikasi halal bukanlah hambatan nontarif. Hal tersebut penting, terlebih, di tengah upaya Indonesia untuk menegosiasikan tarif resiprokal yang dikenakan oleh kabinet Presiden Donald Trump.
Hal tersebut disampaikan oleh Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), Fithra Faisal Hastiadi dalam webinar Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (PEBS FEB) Universitas Indonesia yang dilaksanakan secara daring, Rabu (16/4/2025).
Seperti diketahui, AS meningkatkan tarif dagang kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia. Dengan formula perhitungan tarif dagang berupa hasil pembagian defisit dagang dengan total impor ke suatu negara. Maka mengurangi surplus dagang Indonesia terhadap AS adalah langkah paling tepat untuk mengajukan negosiasi.
Adapun dalam hal ini, Indonesia dikenakan tarif dagang sebesar 32 persen, perhitungan ini merujuk pada data otoritas perdagangan AS yang menunjukkan AS tekor dagang dengan Tanah Air sebesar US$18 miliar.
Pemerintah sejalan dengan opsi tersebut. Seperti yang dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Senin (14/4/2025), di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta.
“Indonesia akan membeli barang dari Amerika sesuai dengan kebutuhan Indonesia,” ucap Airlangga.
Fithra pun mengapresiasi langkah Indonesia dalam mengambil langkah negosiasi, terlebih dengan menawarkan opsi meningkatkan impor asal AS. Begitu juga dengan wacana relaksasi impor, seperti pelonggaran kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dan penghapusan kuota impor.
Namun, Indonesia juga memiliki tantangan soal sertifikasi halal. Sebab, untuk sejumlah produk yang ingin masuk ke Tanah Air perlu mengantongi sertifikat halal.
“Meskipun, sebenarnya tantangannya adalah di situ juga ada sertifikasi halal yang mana itu disebut sebagai tantangan non-perdagangan atau technical barriers to trade,” jelas Fithra.
Menurut dia, hal ini perlu dikomunikasikan dengan baik oleh pemerintah. Artinya, pemerintah harus mampu menjelaskan kepada AS bahwa sertifikasi halal bukan bermaksud untuk menghambat perdagangan, tetapi itu memang hal yang dibutuhkan Indonesia. Terlebih, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim.
Soal sertifikasi halal ini, Fithra pun yakin bahwa Trump akan memahaminya. Sebab, Trump berasal dari Partai Republik yang cenderung konservatif. Artinya, partai pengusung Trump pun terbilang religius dan memahami nilai-nilai keagamaan, termasuk dalam hal ini urusan sertifikasi halal.