RI Siap Hadapi AS Terkait Tarif Impor 32%, Negosiasi Dimulai Pekan Ini

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebut delegasi RI siap negosiasi dengan para pejabat AS pada pekan ini dalam konpers di Jakarta, Senin (14/2/2025). (Fakta.com/Trian Wibowo)
FAKTA.COM, Jakarta – Indonesia siap menghadapi tantangan besar dalam negosiasi dengan Amerika Serikat. Setelah AS mengumumkan tarif impor 32 persen pada awal April 2025, delegasi yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto akan terbang ke Washington DC besok untuk merundingkan nasib perdagangan.
Perundingan ini rencananya akan dilaksanakan mulai pekan ini yaitu pada Rabu (16/4/2025), hingga Sabtu (26/4/2025).
“Beberapa Menteri yang ditugaskan oleh Pak Presiden akan bertemu dengan pejabat AS,” terang Airlangga dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Senin (14/2/2025).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebut delegasi RI siap negosiasi dengan para pejabat AS pada pekan ini dalam konpers di Jakarta, Senin (14/2/2025). (Fakta.com/Trian Wibowo)
Dalam rangkaian kunjungan tersebut, Menteri Luar Negeri dijadwalkan berangkat ke Washington DC pada hari ini.
Esoknya, delegasi lanjutan yang terdiri harinya terdiri dari Airlangga, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono, Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arrmanatha Nasir, dan lainnya.
Rangkaian kunjungan ini, kata Airlangga, juga bertepatan dengan diselenggarakannya Spring Meeting yang diadakan oleh IMF dan World Bank.
Indonesia termasuk negara pertama yang menerima undangan resmi untuk berkunjung ke Washington DC, Amerika Serikat. Saat ini, sejumlah kementerian dan lembaga telah melakukan berbagai pembahasan guna mematangkan agenda dan strategi yang akan dibawa dalam misi negosiasi tersebut.
“Memang tiga kementerian itu yang diberi tugas untuk melakukan pembicaraan. Nah tentu beberapa hal tadi sudah dibahas dengan kementerian dan lembaga. Sehingga kami sudah mempersiapkan non paper yang relatif lengkap,” ungkap Airlangga.
Harapan pun dilayangkan Airlangga, dimana selain mengikuti forum global tersebut, delegasi Indonesia harapannya memanfaatkan kesempatan untuk memperkuat posisi dalam negosiasi dagang.
Sebagaimana diketahui, Indonesia tengah dikenakan tarif impor sebesar 32 persen oleh AS. Walau kebijakan tersebut saat ini tengah ditangguhkan selama 90 hari, isu ini menjadi fokus utama bahkan dalam lingkup negara-negara ASEAN.
Sebelumnya, isu ini juga telah menjadi fokus perbincangan dalam ASEAN Economic Ministers (AEM) Special Meeting yang digelar secara daring pada Kamis (10/4/2025).
Dalam AEM tersebut, dibahas lima hal utama, termasuk dorongan untuk mempererat kembali keterlibatan AS dalam aktivitas perdagangan kawasan ASEAN.
Menko Airlangga menegaskan bahwa negosiasi kali ini, Indonesia akan membawa sejumlah permintaan yang sifatnya resiprokal, mencakup kerja sama yang melampaui sektor perdagangan.
“Jadi trade, investment, dan juga di sektor keuangan. Oleh karena itu Ketua OJK juga hadir. Jadi seluruh isu kita akan jawab,” ujar Airlangga.
Selain itu, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan strategi untuk mengatasi potensi dampak dari ketimpangan neraca perdagangan dengan AS yang saat ini mencapai nilai delta ekspor-impor sebesar US$18-19 miliar.
Data menunjukkan bahwa neraca perdagangan Indonesia-AS sejak 2018 hingga 2024 mengalami tren surplus yang signifikan dan cenderung meningkat bagi Indonesia.
Nilai ekspor Indonesia ke AS mengalami fluktuasi, namun secara umum menunjukkan peningkatan dari US$18.439,8 juta pada 2018 menjadi US$26.311,7 juta pada 2024. Sementara itu, nilai impor dari AS relatif stabil, meskipun sempat mengalami kenaikan temporer pada 2021 hingga 2022.
Kondisi ini menghasilkan surplus perdagangan yang terus bertumbuh, dari US$8.263,6 juta pada 2018 menjadi US$16.842,1 juta pada 2024.
Peningkatan surplus ini, kata Airlangga, mencerminkan posisi perdagangan yang kuat bagi Indonesia dalam hubungan dagang dengan Amerika Serikat, terutama sebelum diterapkannya kebijakan kenaikan tarif oleh pihak AS.