Prabowo Usul Pelonggaran TKDN, Ancaman bagi Kemandirian Industri?

Ilustrasi - Pabrik mobil dalam industri manufaktur. (Unsplash)
FAKTA.COM, Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan pandangan blak-blakan soal kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Menurutnya, TKDN yang dipaksakan justru membuat Indonesia kalah saing di level global.
"Kan TKDN dipaksakan ini akhirnya kita kalah kompetitif," kata Prabowo dalam pernyataanya saat Sarasehan Ekonomi di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Ia mengusulkan agar kebijakan TKDN dibuat lebih fleksibel. Kebijakan ini diusulkannya untuk diganti dengan insentif yang bisa mendorong industri dalam negeri berkembang tanpa merasa dibebani aturan.
"Saya sangat setuju TKDN fleksibel sajalah, mungkin diganti dengan insentif," lanjutnya.
Presiden Prabowo juga memberikan arahan kepada para anggota kabinetnya untuk memainkan pendekatan yang lebih realistis.
"Ya, ya, tolong ya para para pembantu saya, menteri saya semua ya. Udahlah ya, realistis. Tolong diubah itu TKDN, dibikin yang realistis saja. Masalah kemampuan dalam negeri, konten dalam negeri, itu adalah masalah luas, itu masalah pendidikan, IPTEK, ya kan, science," jelasnya.
Pandangan ini mendapat sorotan dari kalangan pakar ekonomi. Salah satunya ekonom senior dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, yang memandang bahwa pelonggaran TKDN bukan perkara sepele.
Terlebih jika relaksasi ini dilakukan sebagai bagian dari kesepakatan dagang dengan negara lain seperti Amerika Serikat (AS).
"Relaksasi kebijakan TKDN yang ditawarkan pemerintah Indonesia sebagai bagian dari konsesi dagang kepada Amerika Serikat justru menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen kita terhadap kemandirian industri nasional," ujar Syafruddin dalam keterangan tertulis yang diterima Fakta.com pada Rabu (9/4/2025).
Menurutnya, TKDN bukan sekadar angka, tapi simbol tekad bangsa dalam membangun kekuatan industri domestik. Termasuk di dalamnya untuk menciptakan lapangan kerja dan memperkuat rantai pasok nasional.
Ia juga menilai relaksasi TKDN tanpa timbal balik yang jelas dari AS bisa mengarah pada pengikisan kedaulatan ekonomi.
Syafruddin menambahkan, jika pemerintah tidak berhati-hati, relaksasi semacam ini justru bisa memperlebar arus impor, mematikan industri lokal, dan menambah ketergantungan terhadap produk asing.
Pelonggaran TKDN, Apa Konsekuensi Ekonominya?
Sejalan dengan pandangan Syafrudin, pihak Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pernah menyatakan bahwa penerapan kebijakan TKDN sebenarnya menjadi benteng bagi investasi manufaktur di Tanah Air.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, menyebut bahwa kebijakan TKDN pada dasarnya untuk melindungi investasi di Indonesia, termasuk penanaman modal asing.
“Besarnya daya tarik pasar domestik ini harus kami manfaatkan sepenuhnya untuk menarik investor asing dari berbagai negara melalui kebijakan TKDN,” ucap Febri dalam rilis resmi Kemenperin beberapa waktu lalu.
Kebijakan TKDN terbukti menjadi game changer bagi sektor manufaktur dan ekonomi Indonesia saat pandemi COVID-19.
Ketika permintaan lesu, belanja pemerintah dan BUMN/BUMD, terutama di sektor farmasi dan kesehatan, maka kebijakan ini mampu menjadi sokongan utama.
Dalam rilis Kemenperin, data BPS menunjukkan adanya efek pengganda dimana setiap belanja Rp1 untuk produk manufaktur dalam negeri memberi dampak ekonomi Rp2,2.
Dengan nilai belanja pemerintah dan BUMN/BUMD mencapai Rp1.441 triliun pada 2024, dampak ekonominya diperkirakan tembus Rp3.170 triliun.
Besarnya efek ini tak lepas dari peran belanja produk lokal yang mendorong keterkaitan antar sektor ekonomi, baik ke belakang maupun ke depan.