Sri Mulyani: Indonesia Tidak Bergantung dengan Ekonomi AS

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati usai konpers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Kamis, (13/3/2025). (Fakta.com/Trian Wibowo)
FAKTA.COM, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perekonomian Indonesia tidak begitu bergantung dengan Amerika Serikat. Hal tersebut disampaikannya dalam "Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia", Selasa (8/4/2025), di Menara Mandiri, Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Menkeu mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki banyak alternatif lain dalam pangsa ekspor. Walhasil, tingkat dependensi Tanah Air terhadap Negeri Paman Sam, dianggap tidak sebesar negara lain.
“Destinasi ekspor masih bisa kita diversify dan attachment atau dependensi kita terhadap Amerika tidak terlalu besar dibandingkan negara-negara lain yang tadi disebutkan,” ujar Sri Mulyani.
Terkait hal ini, Sri Mulyani pun menuturkan bahwa dunia tengah membicarakan opsi trade diversion. Dalam hal ini, upaya untuk mencari negara alternatif sebagai pangsa ekspor.
Dia menambahkan bahwa kontribusi AS dan China dalam perdagangan global itu hanya sekitar 25 persen.
“Jadi 75 persen sebetulnya bisa berdagang di luar dua negara besar itu,” tutur Sri Mulyani.
Menanggapi pernyataan Bendahara Negara itu, Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana mengungkap bahwa poin penting dari pidato Sri Mulyani adalah fakta bahwa Indonesia tidak begitu bergantung dengan AS dalam hal perdagangan.
Walhasil, Indonesia tidak perlu bersifat submisif atau mau disetir dengan ancaman tarif dagang AS. Meskipun AS merupakan mitra dagang terbesar kedua Indonesia, tetapi jaraknya dengan mitra yang terbesar terlampau jauh.
“Sedangkan selisihnya dengan negara-negara di bawahnya tidak terpaut jauh. Sehingga posisi AS ini sebenarnya tidak banyak lebih penting dengan negara mitra dagang lainnya,” jelas Andri dalam keterangan tertulis, Selasa (8/4/2025).
Andri pun bilang, Indonesia masih memiliki banyak alternatif mitra dagang sehingga pangsa ekspor RI bisa didiversifikasi lebih luas.
“Justru ketika ada ancaman tarif seperti ini pemerintah harus menunjukkan kepiawaiannya dalam membangun kemitraan-kemitraan baru dengan negara lain yang sama-sama terdampak perang dagang ini,” pungkas Menkeu.