The Fed: Tarif Dagang Trump Berpotensi Picu Inflasi Tinggi di AS

Presiden AS, Donald Trump, memperlihatkan papan informasi berbagai negara yang dikenakan tarif bea masuk ke AS saat mengumumkannya di Washington, Rabu (2/4/2025). Foto: White House
FAKTA.COM, Jakarta - Pemimpin Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, mengungkapan kebijakan tarif dagang Trump berpotensi memperburuk kondisi perekonomian Amerika Serikat (AS). Walhasil, prospek penurunan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) pun melambat.
Hal tersebut disampaikannya dalam pidato pada Society for Advancing Business Editing and Writing Annual Conference, Arlington, Virginia, Jumat (4/4/2025) waktu setempat.
Melansir siaran pers Federal Reserve, Powell mengatakan bahwa pihaknya tidak akan mengambil keputusan terburu-buru, termasuk soal penurunan suku bunga di tengah kebijakan tarif dagang Trump.
Powell menambahkan, kebijakan tarif dagang Trump berpotensi menghasilkan inflasi jangka panjang. Walhasil, hal tersebut juga berdampak terhadap prospek penurunan FFR.
“Kewajiban kita adalah menjaga ekspektasi inflasi jangka panjang tetap terjaga dengan baik dan memastikan bahwa kenaikan harga tidak menjadi masalah inflasi yang berkelanjutan,” imbuh Powell.
@faktacom Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif tambahan bagi negara-negara dengan surplus dagang terhadap AS, termasuk Indonesia. Langkah ini diklaim untuk mengembalikan keadilan perdagangan dan meningkatkan pendapatan serta industri manufaktur AS, sejalan dengan slogan “America First”. #DonaldTrump #TarifImpor ♬ original sound - Faktacom
Perkembangan Inflasi dan Pengangguran Amerika Serikat
Data menunjukkan bahwa inflasi Amerika Serikat sempat menurun beberapa waktu lalu. Per Februari 2025, angkanya dicatatkan sebesar 2,8 persen.
Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni 3,2 persen. Di samping itu, catatan Februari ini menghentikan tren peningkatan inflasi sejak September tahun lalu.
Sejumlah pengamat pun menyambut baik capaian tersebut dan berharap pemangkasan FFR akan terjadi dalam waktu dekat. Namun, dengan potensi peningkatan inflasi imbas dari kebijakan Trump, pimpinan The Fed memberi sinyal bahwa pihaknya akan lebih berhati-hati dalam penyesuaian kebijakan moneter sehingga penurunan FFR, tampaknya tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
“Kita menghadapi prospek yang sangat tidak pasti dengan risiko pengangguran dan inflasi yang lebih tinggi,” ujar Powell.
Sementara itu, tingkat pengangguran di Amerika Serikat pun masih dalam tren peningkatannya sejak beberapa bulan terakhir.
Per Maret 2025, jumlah pengangguran di AS mencapai 7,08 juta jiwa atau meningkat 31.000 dari bulan lalu. Atas catatan itu, tingkat pengangguran AS mencapai 4,2 persen, ini merupakan yang tertinggi sejak November tahun lalu.
“Kami juga memahami bahwa tingkat pengangguran atau inflasi yang tinggi menyakitkan masyarakat. Karena itu, The Fed akan terus melakukan segala bisa dilakukan untuk mencapai tujuan kami, yaitu lapangan kerja maksimum dan stabilitas harga,” pungkas Powell.














