Mengenal Level Disparitas Pada Panel Harga Pangan Bapanas

Pedagang di Pasar Anyar Kota Tangerang, Banten. (ANTARA/HO-Disperindag Kota Tangerang)
FAKTA.COM, Jakarta – Salah satu indikator yang digunakan untuk melihat stabilitas harga pangan adalah dengan melihat tingkat disparitasnya. Informasi tersebut dapat diakses melalui laman panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Nah, jelang Lebaran, bagaimana disparitas harga pangan tingkat nasional?
Sekadar informasi, disparitas harga menunjukkan perbedaan harga rata-rata nasional dengan HAP (Harga Acuan Penjualan) komoditas pangan tersebut. Perbedaan harga itu ditunjukkan dalam persentase.
Sebagai contoh, berdasarkan pemantauan panel harga pangan Bapanas, rata-rata nasional untuk telur ayam ras per Jumat (28/3/2025) adalah Rp29.521 per kilogram. Sementara itu, level HAP nasionalnya sebesar Rp30.000.
Artinya, harga rata-rata nasional lebih rendah Rp479 per kilogramnya terhadap HAP nasional. Dengan begitu, tingkat disparitas harga nasional untuk telur ayam ras adalah -1,6 persen. Angka itu didapatkan dari persentase selisih harga terhadap HAP nasional.
Apabila harga rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan HAP, maka tingkat disparitas ditunjukkan dengan angka negatif. Begitu juga sebaliknya. Bapanas pun memiliki klasifikasi sendiri untuk tingkat disparitas tiap komoditas pangan.
Jika disparitas kurang atau sama dengan 10 persen, maka harga komoditas pangan tersebut masih dianggap aman. Sementara itu, jika level disparitas berada dalam rentang 10-20 persen, Bapanas mengklasifikasikan harga pangan tersebut dalam kategori waspada. Terakhir, apabila level disparitas terlampau tinggi, yakni lebih dari 20 persen, Bapanas memandang perlu ada intervensi harga agar lebih terkendali.
Informasi soal disparitas tersebut penting untuk memantau pergerakan harga pangan. Terlebih, jelang libur Lebaran yang secara pola tahunan, harga pangan cenderung meningkat.
Pantauan Harga Pangan Jelang Lebaran
Berdasarkan pantauan Bapanas, Jumat (28/3/2025). Sebagian besar komoditas pangan di level nasional masih terkendali. Hanya saja, sejumlah komoditas seperti Minyakita dan bawang putih sudah masuk kategori waspada.
Sementara itu, harga cabai rawit merah masih terpantau berdarah-darah. Sebab, disparitasnya masih sangat tinggi, yakni 57,2 persen. Artinya, harga rata-rata nasional rawit merah lebih mahal 57,2 persen dari HAP yang ditetapkan.
Data menunjukkan, ada 21 provinsi yang masuk ke dalam kategori intervensi pada disparitas harga rawit merah. Artinya, lebih dari setengah wilayah Indonesia mengalami lonjakan harga cabai rawit merah. Bahkan, daerah di sekitar Jawa pun memiliki disparitas yang sangat tinggi, misalnya DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU) sudah melakukan pemantauan di sejumlah wilayah di Indonesia terkait stabilitas harga pangan. Mereka pun menemukan bahwa harga cabai rawit meningkat di seluruh wilayah survei mereka.
“Harga cabai rawit mengalami lonjakan signifikan, terutama di Bandung (Rp115.000/kg) dan Samarinda (Rp167.450/kg). Kenaikan harga cabai rawit terjadi di hampir seluruh wilayah survei,” ujar Anggota KPPU, Eugenia Mardanugraha dalam keterangan resmi, Jumat (28/3/2025).
Informasi saja, survei ini dilakukan di sejumlah pasar modern dan tradisional di Kantor Wilayah KPPU (Medan, Lampung, Bandung, Surabaya, Samarinda, Makassar, dan Yogyakarta).