Rupiah Tertekan, BI: Stabilitas Ekonomi Lebih Kuat dari 1998

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro optimis krisis moneter 1998 tak terulang dalam Taklimat Media di kantor BI, Jakarta, Rabu (26/3/2025). (Fakta.com/Trian Wibowo)
FAKTA.COM, Jakarta – Nilai tukar Rupiah masih menunjukkan tren pelemahan meskipun sempat menguat tipis sebesar 15 poin (-0,09 persen) dalam perdagangan harian pada Rabu (26/3/2025). Rupiah bergerak di kisaran 16.554-16.657 terhadap Dolar AS.
Tekanan terhadap Rupiah semakin kuat seiring dengan dominasi Dolar AS di pasar global, yang tercermin dari kenaikan indeks Dolar (DXY) ke level 104,32. Kondisi ini memicu kekhawatiran publik akan berbagai ancaman stabilitas ekonomi.
Di tengah kekhawatiran ini, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih kuat dibandingkan krisis keuangan 1998.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro, menyatakan bahwa sistem ekonomi dan mekanisme pengawasan telah berkembang pesat, sehingga risiko krisis serupa dapat diminimalisir.
“Kita belajar dari krisis 1998. Dulu, saat gejolak terjadi, kita tidak punya mekanisme deteksi yang baik. Sekarang kita sudah jauh lebih siap,” ujar Solikin dalam Taklimat Media di kantor pusat BI, Jakarta pada Rabu (26/3/2025).
Solikin mencontohkan dengan cadangan devisa Indonesia, yang dahulu hanya sekitar US$20 miliar, namun kini telah meningkat jauh menjadi US$150 miliar.
Masyarakat diingatkan untuk tidak hanya melihat nilai tukar Rupiah sebagai satu-satunya indikator kondisi ekonomi.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M. Juhro optimis krisis moneter 1998 tak terulang dalam Taklimat Media di kantor BI, Jakarta, Rabu (26/3/2025). (Fakta.com/Trian Wibowo)
Selain itu, BI juga memastikan bahwa mekanisme pengawasan sistem keuangan telah diperketat untuk mencegah dampak buruk dari gejolak ekonomi global.
Kendati demikian, risiko pelemahan Rupiah bahkan hingga menembus pada level 16.600 masih menjadi ancaman.
Seperti yang diungkapkan Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (26/3/2025). Menurutnya, kekhawatiran publik bukan hanya soal fluktuasi pasar valas, tetapi akan lebih dalam.
“Apakah pemerintah dan Bank Indonesia punya rencana nyata untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional? Di tengah tekanan global yang meningkat, klaim bahwa fundamental ekonomi tetap kuat,” ungkapnya.
Dalam informasi yang dihimpunnya, Syafruddin mencatat adanya penguatan Rupiah dalam jangka pendek, dari Rp16.575 saat ini menuju Rp16.025 dalam tiga bulan ke depan.
Namun, Ia menyebut bahwa pasar tetap melihat risiko pelemahan kembali di semester dua, dengan proyeksi USD/IDR menyentuh Rp16.295 dalam enam bulan, sebelum stabil di Rp16.150 dalam satu tahun.
“Ini bukan semata ramalan angka, melainkan refleksi atas harapan dan keraguan investor terhadap arah ekonomi Indonesia,” pungkasnya.