Batas Minimal Kredit Bank Emas 500 Gram, Analis: Hambat UMKM

Ilustrasi - Emas batang. (Unsplash)
FAKTA.COM, Jakarta – Layanan bisnis Bank Emas atau bullion service pertama di Indonesia telah diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto pada akhir Februari 2025 lalu. Pegadaian dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) telah resmi memperoleh izin untuk usaha bullion tersebut.
Peneliti Center for Sharia Economic Development (CSED) Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abdul Hakam Naja menyarankan agar pembiayaan kredit melalui Bank Emas harus memiliki porsi minimal 50 persen untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Usulan ini dinilai penting guna meningkatkan akses permodalan bagi sektor usaha kecil yang selama ini menghadapi kendala dalam mendapatkan pembiayaan.
“Kalau kita lihat data, UMKM ini menyerap hampir seluruh tenaga kerja kita, tapi sayangnya mereka masih kesulitan mendapatkan pembiayaan yang layak. Makanya, saya usulkan agar pembiayaan dari Bank Emas minimal 50 persen harus dialokasikan untuk UMKM,” ujar Abdul dalam diskusi daring bertajuk "Overview Ekonomi Ramadan" pada Jumat (21/3/2025).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025, jumlah penduduk Indonesia mencapai 284,4 juta jiwa dengan angkatan kerja 149,3 juta jiwa. Dari angka tersebut, UMKM menyerap 97 persen tenaga kerja atau sekitar 144,9 juta jiwa.
Namun, rasio pembiayaan UMKM dari Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah per Desember 2024 hanya mencapai 16,64 persen. Sementara itu, total pembiayaan UMKM dari seluruh bank umum, termasuk bank konvensional dan syariah, hanya 19,2 persen.
Selain itu, aturan yang menetapkan batas minimal pembiayaan emas sebesar 500 gram (sekitar Rp750 juta) dinilai terlalu tinggi dan hanya dapat diakses oleh pelaku usaha menengah ke atas.
Oleh karenanya, muncul usulan menurunkan batasan ini menjadi 50 gram (sekitar Rp75 juta) atau bahkan 10 gram (sekitar Rp15 juta). Tujuannya agar lebih banyak UMKM kecil dan mikro dapat menikmati manfaat dari skema pembiayaan berbasis emas.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Peneliti Senior FEB UNS dan CORE Indonesia, Etikah Karyanmi. Menurutnya, skema transaksi ini lebih cocok untuk skala korporasi besar, eksportir, atau individu high net-worth, bukan UMKM, apalagi mikro.
“Kalau [batasan] 500 gram, itu sudah sekitar Rp750 juta. Ini tentu berat bagi UMKM, terutama yang mikro. Mayoritas dari mereka bahkan tidak punya agunan, aset mereka saja tidak sampai segitu,” ujar Etikah saat dihubungi Fakta.com.
Pendapat ini semakin memperkuat urgensi penurunan batasan pembiayaan emas agar lebih inklusif dan dapat menjangkau pelaku usaha kecil.
Jika tetap mempertahankan batasan tinggi, maka hanya pengusaha besar yang akan menikmati manfaat dari sistem ini, sementara UMKM yang membutuhkan permodalan justru tidak dapat mengaksesnya.