Buyback Tanpa RUPS: Kepercayaan Investor Meningkat, tapi Pasar Wait and See

Pegawai berjalan di bawah layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (5/8/2024). (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nz)
FAKTA.COM, Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga saat ini masih terus mengalami fluktuasi akibat dari adanya ketidakpastian dari dinamika global dan sentimen yang terjadi di pasar domestik saat ini.
Usai IHSG yang terus merosot sepanjang pekan lalu dan sempat dilakukannya pemberhentian perdagangan sementara atau trading halt, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengizinkan emiten untuk melakukan buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
OJK mengatakan bahwa kebijakan ini dikeluarkan dengan melihat pertimbangan bahwa perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 19 September 2024 lalu telah mengalami tekanan dan terus terjadi penurunan IHSG.
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor dengan memberi sinyal bahwa perusahaan terus berupaya menjaga harga sahamnya. Namun, realisasi buyback ini masih menjadi tanda tanya di pasar.
Analis Panin Sekuritas, William Hartanto menilai bahwa kebijakan buyback bisa menjadi langkah yang kurang tepat jika tidak memperhitungkan kondisi pasar dan kesiapan kas perusahaan.
“Ini kan pada dasarnya cuma izin untuk buyback tanpa RUPS, bukan berarti semua emiten pasti melakukannya. Buyback sendiri kalau dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi pasar dan kesiapan kas untuk buyback maka bisa jadi strategi yang salah,” ucapnya kepada Fakta.com, Jumat (21/3/2025).
Akan tetapi, jika dilakukan dengan benar maka buyback dapat meningkatkan kepercayaan investor karena menunjukkan adanya upaya dari emiten untuk menjaga harga sahamnya.
Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, juga menilai hal yang sama bahwa jika buyback benar-benar diterapkan dengan strategi yang baik, kebijakan ini bisa menjadi katalis bagi pasar dan membantu mengembalikan kepercayaan investor.
“Apabila diterapkan dengan strategi yang baik dan jelas, kami perkirakan kebijakan buyback tanpa RUPS ini dapat mengembalikan kepercayaan investor ke market,” kata Herditya.
Meski demikian, kebijakan ini tetap dianggap sebagai sentimen positif bagi pasar modal Indonesia di kala ketidakstabilan pergerakan IHSG belakangan ini.
Sebelumnya, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI, Irvan Susandy menyatakan bahwa dengan dilakukannya buyback diharapkan harga saham dapat pulih sehingga langkah ini dapat memperbaiki IHSG. Secara teori, kebijakan ini memang dapat meningkatkan IHSG. Ia menilai bahwa buyback ini bisa menjadi stimulus bagi investor asing yang kembali masuk ke pasar modal Indonesia.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji menilai bahwa pergerakan IHSG sendiri masih berada dalam fase akumulasi. Pasar kini menunggu kepastian lebih lanjut mengenai pelaksanaan buyback tanpa RUPS. Jika buyback benar-benar dilakukan dalam skala besar, hal ini dapat menjadi katalis yang mempercepat pemulihan IHSG dan meningkatkan optimisme investor di pasar modal.
"Kebijakan OJK terkait dengan buyback tanpa RUPS ini, kalau misalnya saya melihat IHSG yang masih belum membentuk lower low, pokoknya ada support di 6.100 sekian, itu yang menjadi major low-nya ya daripada IHSG itu," sebut Nafan.
"Sejauh ini kan IHSG masih belum menembus di major low support itu, jadi so far pergerakan IHSG masih cenderung sideways atau stabil. Masih stabil, tapi belum terlihat uptrend. Paling akumulasi, fase akumulasi sedang build up," tambahnya.
Untuk saat ini, pasar masih menunggu realisasi buyback secara nyata di lapangan. Jika buyback mulai terealisasi, diharapkan bisa membantu mendorong pasar ke tren yang lebih stabil ke depannya.














