Ekonomi Tertekan, Faktor Ini Buat RI Tak Alami Krisis Moneter Seperti 1998

Ilustrasi - Pekerja di pabrik. (Unsplash)
FAKTA.COM, Jakarta – Kondisi perekonomian Indonesia memang sedang banyak tekanan. Pelemahan Rupiah, tekanan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), perlambatan konsumsi, hingga tingginya angka PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) menimbulkan pertanyaan, sejauh apa kondisi ini akan berlangsung?
Bahkan, tidak sedikit publik yang khawatir bahwa kondisi ini akan berujung pada krisis, seperti yang terjadi 27 tahun lalu. Namun, menanggapi hal tersebut, Ekonom Senior INDEF, Fadhil Hasan mengungkap bahwa kendati mengalami banyak tekanan, situasi ekonomi saat ini memiliki perbedaan signifikan dengan kondisi saat krisis moneter lebih dua dekade lalu.
Utang Luar Negeri Swasta Lebih Terkendali
Menurut Fadhil, meskipun Rupiah tengah dalam tekanan, tetapi saat ini tidak ada overborrowing dari pihak swasta seperti yang terjadi saat krisis 1998 lalu. Seperti diketahui, saat itu salah satu penyebab utama guncangan terhadap kondisi moneter Tanah Air adalah tingginya utang luar negeri swasta yang harus dibayar dengan Dolar.
“Pada saat itu sektor swasta overborrowing dalam bentuk valuta asing, misalnya Dolar sehingga terjadi depresiasi dan mereka tidak mampu membayar utang itu. Nah, kemudian juga pemerintah melakukan penutupan atau bailout hingga membuat perbankan itu lesu,” ujar Fadhil kepada Fakta.com, Senin (17/3/2025).
Terlebih, kata Fadhil utang luar negeri swasta pada masa itu tidak termonitor dengan baik. Namun, saat ini perkembangannya selalu dirilis dengan transparan oleh Bank Indonesia.
Terkait posisi utang luar negeri swasta terkini, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso mengungkap bahwa kondisinya masih terkendali. Bahkan, posisi ULN (utang luar negeri) swasta relatif menurun.
“Pada Januari 2025, posisi ULN swasta tercatat sebesar US$194,4 miliar, atau mengalami kontraksi pertumbuhan yang sama dengan bulan sebelumnya yaitu sebesar 1,7 persen,” ujar Ramdan dalam Siaran Pers Bank Indonesia, Senin (17/3/2025).
Jika dilihat dari jangka waktunya pun, ULN swasta masih didominasi oleh utang jangka panjang. Adapun utang jangka pendek merupakan utang dengan batas waktu kurang atau sama dengan satu tahun, sedangkan utang jangka panjang memiliki batas waktu pembayaran lebih dari satu tahun.
Fadhil juga mengungkap, dari beberapa indikator yang menunjukkan seberapa sehat struktur ULN Indonesia, angkanya masih relatif aman. Misalnya, rasio ULN terhadap ekspor, kemudian ULN terhadap cadangan devisa, rasio pembayaran utang terhadap ekspor nasional, dan lain-lain.
“Semakin rendah, semakin baik,” ujar Fadhil.
Dilihat dari risiko jangka waktunya pun, tren ULN swasta menunjukkan perbaikan. Data di atas menunjukkan bahwa rasio ULN swasta jangka pendek terhadap total utang semakin melandai.