Tekor Lebih Awal, Defisit APBN akan Melebar Jauh dari Target?

Para pejabat Kemenkeu usai konpers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Kamis, (13/3/2025). (Fakta.com/Trian Wibowo)
FAKTA.COM, Jakarta – Indonesia mencatatkan defisit APBN lebih awal dari biasanya. Hal tersebut disebabkan oleh kontraksi pada penerimaan pajak. Dengan catatan ini, bagaimana proyeksi defisit APBN ke depan?
Seperti diketahui, hingga akhir Februari ini, APBN telah mencatatkan defisit sebesar 0,13 persen. Hal ini tidak biasa, sebab dalam beberapa tahun terakhir, APBN tidak pernah mencatatkan defisit secepat ini.
Catatan ini sejalan dengan penurunan penerimaan pajak Tanah Air yang cukup dalam. Hingga Februari ini, penerimaan pajak dicatatkan di angka Rp187,8 triliun atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp269,02 triliun. Atas catatan ini, penerimaan pajak terkontraksi 30,19 persen year-on-year (yoy).
Sebelumnya, salah satu lembaga keuangan internasional, Goldman Sachs merevisi proyeksinya terhadap defisit fiskal Indonesia menjadi 2,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan Indonesia, yakni 2,53 persen terhadap PDB.
Menanggapi hal ini, Ekonom Bank BCA, David Sumual memandang bahwa catatan defisit Februari masih aman, sebab masih di bawah 2,5 persen. Akan tetapi, ia tidak menampik bahwa ada potensi pelebaran defisit fiskal.
“Misalnya karena pelemahan kurs atau pertumbuhan ekonomi yang melambat,” kata David kepada Fakta.com, Jumat (14/3/2025).
Dihubungi terpisah, Ekonom Bank Permata, Josua Pardede juga mengungkap realisasi APBN kemarin menunjukkan tantangan yang cukup besar, terutama dari sisi penerimaan negara yang tertekan oleh dinamika eksternal, seperti harga komoditas dan perang dagang.
Sementara itu, belanja negara cukup besar pada sejumlah pos, seperti perlindungan sosial, subsidi energi, dan Makan Bergizi Gratis. Meskipun, upaya efisiensi terus dilakukan.
“Dalam beberapa bulan ke depan, pemerintah perlu mengantisipasi potensi pelebaran defisit dengan strategi optimalisasi penerimaan dan pengelolaan belanja yang lebih efektif guna menjaga keberlanjutan fiskal,” kata Josua.
Di sisi lain, Dosen Ekonomi Moneter Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Aswin Rivai pun setali tiga uang dengan Josua. Menurutnya, apakah defisit fiskal akan melebar seperti proyeksi Goldman Sachs atau tidak, itu tergantung bagaimana belanja implementasi efisiensi anggaran ke depan.
“Jika pemerintah bisa membatasi belanja program-programnya dan efisiensi juga berhasil dilaksanakan dengan baik, maka rasanya defisit fiskal tahun ini akan mencapai target sesuai yang ditetapkan pemerintah,” tutur Aswin kepada Fakta.com.