Rangkap Jabatan Bos Danantara Kirim Sinyal Negatif pada Pasar

Kepala BPI Danantara/Menteri Investasi, Rosan P. Roeslani saat jumpa pers usai peresmian BPI Danantara di kompleks Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Senin (24/2/2025). (ANTARA/Mentari Dwi Gayati)
FAKTA.COM, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Senin (24/2/2025) di Istana Kepresidenan, Jakarta. Namun, sejumlah pengamat menyebutkan penunjukkan nama-nama di posisi kepemimpinan Danantara berpotensi merusak kepercayaan pasar.
Seperti diketahui, Prabowo telah menunjuk sejumlah nama untuk memegang nahkoda kepemimpinan Danantara.
Chief Executive Officer (CEO) : Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani.
Chief Operating Officer (COO) : Wakil Menteri BUMN, Dony Oskaria.
Chief Investment Officer (CIO) : Wakil Direktur Utama PT TBS Energi Utama Tbk., Pandu Sjahrir.
Ekonom Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai hal tersebut mencerminkan tidak tegasnya Danantara dalam membangun kepemimpinan yang profesional dan independen. Terlebih, posisi pimpinan tersebut diisi oleh sejumlah nama yang merangkap jabatan.
“Rangkap jabatan ini mengirimkan sinyal buruk ke pasar bahwa Danantara bukanlah entitas yang memiliki struktur profesional yang kuat, tetapi lebih merupakan perpanjangan tangan dari birokrasi pemerintah,” ujar Achmad dalam rilis yang diterima Fakta.com, Selasa (25/2/2025).
Kondisi ini, kata Achmad mengaburkan kebijakan pemerintah dan strategi investasi Danantara. Walhasil, kepercayaan pasar menjadi rendah. Apalagi, dengan rangkap jabatan tersebut, Achmad mengkhawatirkan perhatian mereka terhadap tugas di Danantara sehingga mempengaruhi kualitas keputusan investasi.
Menurut Achmad, respon dingin pasar terhadap penunjukkan nama-nama pimpinan Danantara tercermin dari penutupan pasar, Senin (24/2/2025). Data menunjukkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkontraksi sebesar 0,78 persen. Atas catatan tersebut, IHSG ditutup di level Rp 6.749,6.
Sebelumnya, Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana sudah mewanti-wanti hal tersebut. Menurutnya, ada potensi salah kelola investasi. Terlebih, jika Danantara menjadi perpanjangan tangan pemerintah saja.
“Kemungkinan [potensi] miss management-nya justru akan lebih tinggi lagi karena semua [keputusan investasi Danantara] akan dijustifikasi demi kepentingan [program] presiden sekarang,” jelas Andri kepada Fakta.com, Jumat (21/2/2025).
Andri juga memberikan contoh model pengelolaan investasi serupa di negara tetangga, yakni 1MDB (Malaysia Development Berhad) yang ternyata dalam keputusan investasinya disalahgunakan. Sebab, aksi korporasi 1MDB dijustifikasi atas kepentingan proyek strategis negara. Namun, ternyata berbagai proyek tersebut tidak terlalu menguntungkan, bahkan disinyalir sebagai proyek milik pejabat tertentu.
Untuk memitigasi risiko tersebut, menurut Andri peran pengawasan menjadi penting. Dalam hal ini, hemat Andri perlu dilakukan oleh legislatif.
“Jadi walaupun sebenarnya [keputusan investasi] danantara lepas dari parlemen, tapi pengawasannya justru harus lebih proaktif dan daily, day to day basis,” pungkas Andri.