Bukan Temasek, Danantara Mirip 1MDB Malaysia yang Bikin Najib Razak Masuk Bui

Kantor Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Menteng, Jakarta. (ANTARA/Muhammad Heriyanto/am)
FAKTA.COM, Jakarta – Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara seringkali disamakan dengan super holding milik Singapura, Temasek. Namun, Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana justru menyebutkan Danantara lebih mirip dengan 1MDB (Malaysia Development Berhad). Mengapa demikian?
Dihubungi Fakta.com, Jumat (21/2/2025), Andri mengungkap hal fundamental yang membuat Danantara berbeda dengan Temasek. Pertama, menurut Andri, Temasek murni perusahaan Sovereign Wealth Fund (SWF) yang secara model bisnis memang mengelola portofolio dengan target return tertentu.
“Mereka sangat bebas untuk bisa melepaskan asetnya kalau dinilai tidak profitable,” jelas Andri.
Artinya, apabila aset portofolio tersebut sudah tidak menguntungkan, maka Temasek tidak akan ragu untuk membuangnya. Namun, hal tersebut tampaknya tidak akan dilakukan oleh Danantara.
Sebab, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikelola asetnya oleh Danantara nanti, bukan sekadar perusahaan biasa. BUMN tentu memiliki mandat di bidang yang strategis di masyarakat.
Andri kembali memberi contoh, apabila Garuda Indonesia berada di bawah naungan Temasek, pasti secara perhitungan untung-rugi investasi, aset maskapai penerbangan milik negara itu sudah pasti akan dijual. Namun, dalam konteks Indonesia, Garuda memiliki fungsi strategis sehingga sulit untuk dilepas.
Kemiripan Dengan IMDB Malaysia dan Risiko di Baliknya
Walhasil, Andri berkesimpulan bahwa Danantara akan lebih mirip dengan model SWF milik Malaysia, yakni 1MDB. Sebab, keduanya secara model sama-sama memiliki mandat untuk mengembangkan investasi di sektor strategis sehingga berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi.
Hal ini memiliki risiko tersendiri. Sebab, sektor strategis yang dimaksud, hitung-hitungannya bukan lagi terbatas pada untung-rugi secara return, tetapi apa yang dianggap penting untuk pembangunan nasional.
Kalimat ‘Pembangunan Nasional’ seringkali menjadi justifikasi keputusan investasi yang salah. Sebab, bisa saja investasi diberikan kepada proyek yang sebenarnya secara kelayakan ekonomi, sangat buruk. Bahkan, bisa saja keputusan investasi tersebut kental dengan konflik kepentingan tertentu.
“Penting bagi pembangunan nasional ini yang sebenarnya cukup rentan karena kalau dilihat dari 1MDB-nya Malaysia yang diinvestasikan adalah usaha-usaha punya kroni pemerintah,” tutur Andri.
Dalam konteks Indonesia saat ini, risiko yang sama pun muncul. Sebab, saat ini pemerintah tengah memiliki berbagai program ambisius, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Swasembada Pangan, Swasembada Energi, dan sebagainya.
“Kemungkinan [potensi] miss management-nya justru akan lebih tinggi lagi karena semua [keputusan investasi Danantara] akan dijustifikasi demi kepentingan [program] presiden sekarang,” jelas Andri.
Apalagi, dalam beberapa kesempatan, Presiden Prabowo sering menyebutkan bahwa Danantara akan berinvestasi pada sejumlah proyek strategis pemerintah.
“Gelombang pertama investasi senilai US$20 miliar dalam kurang lebih 20 proyek strategis akan difokuskan pada hilirisasi nikel bauksit, tembaga, pembangunan pusat data, kecerdasan buatan, kilang minyak, pabrik petrokimia, produksi pangan dan protein, akuakultur serta energi terbaruka,” ucap Prabowo dalam pidato peluncuran Danantara di Jakarta, Senin (24/2/2025).
Hal serupa diucapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia dalam Mandiri Investment Forum, Selasa (11/2/2025). Menurut penjelasannya, Prabowo telah memberikan instruksi bahwa seluruh program strategis dengan nilai tambah tinggi akan didanai oleh Danantara.
Mega Korupsi 1MDB
Kasus korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB) akhirnya menyeret eks Perdana Menteri Malaysia Najib Razak ke jeruji besi selama 12 tahun. Najib menjadi eks PM Malaysia pertama yang dipenjara.
Najib tersingkir dari kekuasaan pada 2018 di tengah kemarahan publik atas 1MDB, mengakhiri kekuasaan UMNO, yang telah memerintah Malaysia selama enam dekade sejak kemerdekaan.
Hakim menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara ke Najib karena ia terbukti menyalahgunakan kekuasaan, mencuci uang, dan melanggar kepercayaan karena menerima dana 42 juta ringgit atau sekitar Rp139 miliar dari lembaga investasi negara, Malaysia Development Bank ke akun bank pribadi.