#IndonesiaGelap Efisiensi Anggaran vs Penggemukan Kabinet

Presiden Prabowo dan Menkeu Sri Mulyani berpose usai mengumumkan pembatalan kenaikan PPN 12 persen, 31 Desember 2024. (Instagram @smindrawati)
FAKTA.COM, Jakarta – Salah satu tuntutan dalam aksi "Indonesia Gelap" turut menyoroti perluasan kabinet di bawah pemerintahan Prabowo.
Seperti diketahui, Prabowo telah memutuskan untuk memperbesar kabinetnya sebesar 41 persen, dari 34 kementerian/lembaga (K/L) menjadi 48, serta melipatgandakan jumlah wakil menteri dari 18 menjadi 55.
Langkah ini dinilai bertentangan dengan kebijakan efisiensi anggaran yang diamanatkan dalam Inpres No. 1/2025. Bahkan menjadi kendala besar dalam proses efisiensi yang sedang berlangsung.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran yang dilakukan di tengah penggemukan kabinet dapat menggerogoti efektivitas kementerian/lembaga dalam menjalankan fungsinya.
“Rencana pemerintah meningkatkan efisiensi belanja fiskal ini tampak tidak koheren dan cenderung kontraproduktif dengan langkah sebelumnya, yakni memperluas kabinet secara drastis,” tulis LPEM FEB UI dalam laporannya yang diterbitkan pada Rabu (5/2/2025).
Direktur Kebijakan Publik Center of Economics and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, juga sepakat terkait adanya kontradiktif ini.
Ia menilai beberapa kementerian atau lembaga masih dinilai boros dan inefisien.
“Kita sepakat bahwa ada kementerian dan lembaga yang anggarannya gemuk dan boros,” ungkap Media dalam sebuah webinar pada Senin (10/2/2025).
Sementara itu, peneliti Celios, Bakhrul Fikri, menekankan pentingnya evaluasi yang matang dalam kebijakan efisiensi anggaran.
“Kalau pemangkasan ini dilakukan tanpa evaluasi yang matang, dampaknya bisa langsung terasa, terutama di layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar di daerah,” katanya.
Fikri juga mengingatkan bahwa infrastruktur yang kurang memadai dapat meningkatkan biaya logistik, yang pada akhirnya akan menyulitkan sektor pertanian dan memperlambat pertumbuhan ekonomi daerah.
Termasuk, ia menyayangkan adanya pemotongan anggaran pada dana perimbangan transfer ke daerah (TKD), yang menurutnya akan berdampak besar terhadap perekonomian daerah.