Tuntutan #IndonesiaGelap: Polemik Program Ambisi Makan Bergizi Gratis

Menu program Makan Bergizi Gratis di SMP Negeri 61, Slipi, Jakarta, Senin (6/1/2025). (ANTARA FOTO/Reno Esnir/app/foc/aa.)
FAKTA.COM, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan inisiatif yang lahir dari rencana Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul dengan memastikan pemenuhan gizi optimal dan menjadi solusi dari permasalahan stunting. Gagasan ini pertama kali diperkenalkan sebagai janji kampanye dengan tujuan menyediakan makanan bergizi gratis bagi anak-anak sekolah dan kelompok rentan lainnya, seperti balita dan ibu hamil.
Sebelumnya, berdasarkan siaran pers Presiden Republik Indonesia, Senin (20/1/2025), Prabowo mengatakan program ini bukan proyek yang ringan tetapi meyakini bahwa dana untuk program yang menjadi unggulannya ini sudah tersedia.
“Ini proyek yang sangat besar, tidak ringan, fisiknya tidak ringan. Tapi, saya jamin dananya ada, saya jamin dananya ada untuk semua anak-anak di Indonesia makan. Bagi yang sudah tidak perlu [program] makan ya tidak apa-apa. Beri jatahnya kepada yang perlu,” ucap Prabowo dalam keterangan resminya.
Program MBG secara resmi telah dijalankan pada 6 Januari 2025 yang menyasar 190 titik yang tersebar di 26 provinsi. Hingga 15 Februari 2025, jumlah penerima manfaat MBG mencapai 770 ribu anak dan akan bertambah menjadi satu juta anak pada akhir Februari 2025. Hal ini diungkapkan melalui pidato Presiden Prabowo dalam acara HUT Partai Gerindra ke-17 di Bogor, Sabtu (15/2/2025).
Perencanaan Anggaran Untuk Program MBG Dinilai Belum Matang
Total anggaran yang digunakan untuk program MBG mencapai Rp171 triliun di 2025 dengan target 83 juta penerima manfaat. Pada saat yang bersamaan, kondisi fiskal yang sedang sulit sehingga dilakukan pemotongan atau efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mengakomodasi program MBG.
Pada Rabu (22/1/2025) secara resmi dikeluarkannya kebijakan penghematan anggaran yang ditetapkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD 2025. Presiden RI Prabowo Subianto membuat keputusan untuk melakukan pemangkasan anggaran sebesar Rp306,69 triliun dari total APBN 2025.
Direktur Institut Harkat Negeri (IHN), Yurgen Alifia Sutarno, mengatakan bahwa program MBG ini tidak direncanakan secara rapi sehingga dilakukan keputusan pemangkasan atau efisiensi anggaran.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengatakan dengan meningkatkan beban APBN secara masif sehingga ruang fiskal turun secara drastis dan dapat bersifat jangka panjang. Ia mengatakan pemotongan anggaran ini akan mengganggu pertumbuhan ekonomi di tahun 2025, sehingga ada kekhawatiran terhadap kebijakan ini akan berdampak negatif kemana-mana.
“Ada potensi sangat besar pertumbuhan ekonomi kita [tahun 2025] akan lebih rendah dari tahun 2024, bahkan bisa dibawah 5 persen. Ketika anggaran ini dipotong, ekosistem bisnis di sektor-sektor itu yang berputar, tiba-tiba mati dan dampaknya akan kemana-mana,” ungkapnya dalam diskusi publik virtual “Makan Bergizi Gratis: Cerita Sukses atau Mimpi Buruk Pemerintahan Prabowo", Rabu (12/2/2025).
Pemangkasan anggaran secara masif ini dikhawatirkan justru berdampak kepada banyaknya PHK yang dilakukan kepada sektor yang terkena.
Pemerintah juga secara resmi mendorong keterlibatan Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai mitra dalam program MBG. Salah satu tantangan utama dalam pelaksanaan program MBG adalah memastikan bahwa makanan yang disediakan memenuhi angka kecukupan gizi meski dengan anggaran yang terbatas. Guna memenuhi standar gizi tersebut dibutuhkan modal yang tidak sedikit mulai dari penyediaan bahan hingga menjaga kualitas dari makanannya.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan pihaknya ragu apakah UMKM mampu melaksanakan secara individual. Ia menilai harus ada kajian yang lebih mendalam bagaimana UMKM bisa terlibat dalam program MBG karena secara kapasitas sulit diwujudkan.
“Saya cukup ragu apakah UMKM mampu melaksanakan secara individual. Selain itu, kapasitas usaha untuk memenuhi kebutuhan ribuan paket per hari juga meragukan untuk kapasitas UMKM. Maka, saya rasa seharusnya memang harus ada kajian lebih mendalam bagaimana UMKM bisa terlibat dalam program MBG karena secara kapasitas sulit diwujudkan,” ungkapnya kepada Fakta.com, Selasa (18/2/2025).
Tuntutan #IndonesiaGelap menjadi bukti kekhawatiran masyarakat terhadap kebijakan ini, sehingga perlunya evaluasi atau kajian yang lebih mendalam dari pemerintah terhadap program ambisi ini.