Fakta.com

Belum Ada Izin Ekspor, Produksi Konsentrat Tembaga Freeport Anjlok ke 40%

Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Tony Wenas dalam diskusi IDE Katadata di Jakarta, Selasa (18/2/2025). (Dok. Katadata Insight Center)

Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Tony Wenas dalam diskusi IDE Katadata di Jakarta, Selasa (18/2/2025). (Dok. Katadata Insight Center)

Google News Image

FAKTA.COM, Jakarta – Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Tony Wenas mengaku pihaknya menekan produksi konsentrat tembaga, sebagai imbas dari perizinan yang belum keluar. Hal tersebut disampaikan langsung olehnya ketika ditemui awak media di Hotel St Regis, Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Seperti diketahui, izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia hanya berlaku sampai 31 Desember 2024. Sampai saat ini, Freeport belum mengantongi izin baru sehingga pihaknya harus menekan produksi.

“Kita hanya bisa produksi sekarang 40 persen, kita kirim ke smelter di Gresik,” ujar Tony.

Selain itu, penurunan produksi tersebut juga dipengaruhi oleh maintenance tambang bawah tanah Freeport beberapa waktu lalu. Dimana saat dalam proses maintenance, produksinya bahkan tidak sampai 40 persen.

Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Tony Wenas.

Logo Fakta
0:00 / 0:00

Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Tony Wenas dalam diskusi IDE Katadata di Jakarta, Selasa (18/2/2025). (Fakta.com/Muhammad Azka Syafrizal)

Namun, Tony tidak begitu mengkhawatirkan persoalan tersebut. Sebab, pihaknya sudah memenuhi seluruh persyaratan yang diminta oleh pemerintah, termasuk melaporkan hasil investigasi kebakaran di smelter Freeport di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik JIIPE, Jawa Timur yang terjadi belum lama.

Dalam hal ini, Tony optimis bahwa perizinan tersebut sudah dapat dikantonginya pada akhir bulan ini. Terlebih, potensi perekonomian dari ekspor konsentrat tembaga sangat besar, yakni US$5 miliar. Dari angka tersebut negara mendapatkan sebagian besarnya, yakni US$4 miliar.

Sekadar tambahan informasi, tahun ini pihaknya menargetkan ekspor konsentrat tembaga di angka 1,3 juta ton.

Kendati saat ini izin ekspornya belum dikantongi, Tony mengaku tidak begitu khawatir soal mencari pembeli produknya sehingga pihaknya akan mencari buyer usai mengantongi izin ekspor.

“Kalau seandainya untuk buyer, nanti pada saat kita diberikan izin ekspor, ya kita cari buyer,” tutur Tony.

Menurutnya, pasar komoditas konsentrat tembaga sangat terbuka sehingga informasi soal harga pasarnya pun sudah jelas, misalnya lewat London Metal Exchange (LME). Mereka juga tidak perlu negosiasi satu-satu dengan para buyer.

Potensi Hilirisasi Konsentrat Tembaga

Upaya Tony memperjuangkan izin ekspor konsentrat tembaganya dapat dipahami. Sebab, potensi perekonomian dari komoditas ini sangat besar. Dalam sebuah diskusi, Senin (3/2/2025), Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti turut menjelaskan potensi hilirisasi konsentrat tembaga.

Menurut penuturannya, tembaga yang diolah menjadi konsentrat, bisa memberikan nilai tambah hingga dua kali lipat. Bahkan, apabila konsentrat tersebut diolah lebih lanjut, misalnya untuk pembuatan katoda, nilai tambahnya bisa mencapai 3,9 kali lipat.

Potensi tersebut jauh lebih besar, apabila konsentrat tembaga diproses menjadi produk akhir, seperti kabel listrik. Menurut Esther, nilai tambahnya bisa mencapai 71 kali lipat.

Melalui hilirisasi tembaga, diperkirakan nilai investasi yang dapat dihasilkan mencapai US$38 juta, dengan potensi penyerapan tenaga kerja sekitar 253 ribu orang. Tak hanya itu, hilirisasi ini diproyeksikan akan memberikan kontribusi sebesar US$34,9 juta terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

“Adapun nilai ekspornya itu sekitar US$282 juta,” imbuh Esther.

Trending

Update News