Produksi Kakao Ternyata Tak Semanis Coklat Valentine

Ilustrasi - Buah kakao dan coklat batang. (Dok. PT Freyabadi Indotama)
FAKTA.COM, Jakarta – Biji kakao menjadi salah satu komoditas unggulan di sektor perkebunan yang memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada 2023, International Cocoa Organization (ICCO) menyebut Indonesia berada dalam jajaran empat besar produsen kakao terbesar di dunia dan menjadikan Indonesia sebagai penghasil kakao terbesar di kawasan Asia. Akan tetapi, dalam realitanya perkembangan sektor industri ini masih mengalami berbagai tantangan.
Menurut laporan “Statistik Kakao Indonesia 2023” yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, produksi kakao Indonesia pada 2023 mencapai 632,12 ribu ton. Nilai ini menurun dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya. Sulawesi Tengah menjadi provinsi penghasil kakao terbesar dengan kontribusi 19,92 persen dari total produksi nasional.
Mayoritas produksi kakao nasional masih berasal dari perkebunan rakyat (PR) sebesar 631,35 ribu ton. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perkebunan rakyat masih menjadi tulang punggung industri kakao Indonesia.
Luas areal kakao di Indonesia juga mengalami penurunan. Pada 2019, luasnya tercatat sekitar 1,56 juta Hektare, namun angka tersebut terus mengalami penurunan hingga menjadi 1,39 juta Hektare pada 2023.
Kemudian, berdasarkan laporan “Statistik Harga Komoditas Pertanian 2024” yang dirilis oleh Kementerian Pertanian menunjukkan harga kakao di tingkat petani mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Rata-rata harga produksi kakao nasional pada 2023 mencapai Rp23.670 per kilogram atau meningkat 11,39 persen dibandingkan pada 2022 yang sebesar Rp21.249 per kilogram. Rata-rata harga tertinggi diperoleh Provinsi Bali.
Tren Impor dan Ekspor Industri Kakao di Indonesia
Dalam lima tahun terakhir, ekspor kakao di Indonesia, baik dari sisi volume maupun nilai mengalami fluktuasi. Pada 2019, volume ekspor kakao mencapai 358,48 ribu ton dengan total nilai sekitar US$1.198,73 juta. Volumenya meningkat pada 2021, namun tidak disertai dengan nilai ekspor disebabkan penurunan harga kakao. Pada 2023 baik volume ataupun nilai ekspor kakao mengalami penurunan signifikan mencapai 339,99 ribu ton dengan total nilai US$1.197,70 juta.
Sementara itu, meskipun Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar di dunia, volume dan nilai impor kakao Indonesia pada 2019 hingga 2023 menunjukkan tren peningkatan karena ketersediaan kakao lokal tidak mencukupi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, mengatakan harga referensi (HR) biji kakao periode November 2024 ditetapkan sebesar US$7.448,02/MT, atau turun 1,76 persen dari bulan sebelumnya. Sehingga berdampak pada penurunan harga patokan ekspor (HPE) biji kakao menjadi US$7.037/MT atau turun 1,81 persen pada periode yang sama.
“Penurunan HR dan HPE biji kakao di antaranya dipengaruhi peningkatan produksi, terutama negara-negara di wilayah Afrika Barat, akibat cuaca yang mulai kondusif. Namun, tidak diimbangi dengan peningkatan permintaan,” ujar Isy.
Tantangan yang Dihadapi Sektor Industri Ini
Plt. Direktur Perbenihan Perkebunan, Dhani Gartina Widarto, mengatakan Indonesia masih memiliki berbagai tantangan pengembangan kakao di antaranya serangan organisme pengganggu tumbuhan, kompetensi petani, produktivitas rendah, kurang perawatan, status dan alih guna (konversi) lahan, pemangkasan kebun, tanaman tua, hingga sumber benih.
“Pentingnya inovasi teknologi dan praktik pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas biji kakao. Dengan kombinasi keduanya diharapkan kualitas biji kakao Indonesia dapat ditingkatkan untuk memenuhi standar internasional, dan meningkatkan daya saing di pasar global,” kata Dhani.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, juga mengatakan pihaknya akan terus meningkatkan pengawasan mutu kakao dari hulu hingga hilir dengan memfasilitasi sarana dan prasarana pascapanen dan pengolahan serta pengujian mutu kakao di sentra kakao secara berkala melibatkan tenaga daerah.
“Tentu saja kita berharap harga coklat di dunia tidak pernah turun dalam kondisi krisis apapun. Untuk itu, pengembangan coklat yang akan terus kita lakukan menjadi ruang-ruang untuk kita terus akselerasi,” pungkasnya.