Fakta.com

OJK Buka Suara Bagi Perusahaan Kripto yang Ingin Lepas Saham ke Publik

Ilustrasi - Pergerakan nilai kripto. (Unsplash)

Ilustrasi - Pergerakan nilai kripto. (Unsplash)

Google News Image

FAKTA.COM, Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi menyebutkan bahwa Indonesia dinilai sebagai salah satu pasar di negara berkembang yang terdepan dalam industri kripto.

OJK membuka peluang bagi pelaku industri kripto atau perusahaan aset kripto yang ingin melakukan penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan tetap harus mengikuti prosedur pencatatan saham sama seperti perusahaan lainnya.

Hal itu ia sampaikan dalam “Focus Group Discussion (FGD) Investortrust: Menggali Potensi Kolaborasi Aset Kripto dan Industri Jasa Keuangan di Indonesia” di Jakarta, Kamis (13/2/2025). Dia menegaskan bahwa perusahaan aset kripto yang ingin melantai di bursa harus melalui proses perizinan dan persyaratan yang ditetapkan oleh pengawas pasar modal dan derivatif keuangan.

“Kalu mau IPO, maka dia akan melakukan sama seperti yang lain. Karena kan di belakang pelaku industri ini adalah PT (Perseroan Terbatas). Jadi perusahaan-perusahaan yang memang memiliki kesempatan untuk mengajukan diri jika seandainya ingin melakukan kegiatan penawaran saham. Dalam hal ini tentu harus memenuhi seluruh kriteria yang dipersyaratkan untuk mendapatkan persetujuannya,” ungkap Hasan.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi. (Fakta.com/Kania Hani Musyaroh)

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi. (Fakta.com/Kania Hani Musyaroh)

Hasan mengakui bahwa minat untuk IPO perusahaan kripto cukup tinggi, seiring dengan meningkatnya adopsi aset keuangan digital di Indonesia. Namun, ia mengatakan regulasi yang ketat tetap diperlukan agar investor memiliki pemahaman yang cukup sebelum berinvestasi.

“Indonesia masuk di dalam salah satu negara kategori Emerging Market Developing Countries (EMDCs) yang justru lebih terdepan dalam menghadirkan kecukupan regulasi [aset kripto],” ungkapnya.

Ia menyebutkan masih kurang dari 20 persen negara-negara EMDCs lainnya yang sudah hadir dengan kecukupan regulasinya, bahkan negara maju saja angkanya masih sekitar di 60 persen.

“Jadi luar biasa Indonesia masuk dalam salah satu negara yang terdepan dalam hal ini. Tentu ini bukan perlombaan siapa yang lebih muda atau lebih cepat. Memang menjadi modal awal yang bagus, tetapi tetap dalam perjalanannya harus sama-sama kita jaga agar kita walaupun terdepan tetap sampai di garis akhir dengan selamat, baik, dan berhasil menjadi salah satu pemimpin dalam kegiatan aktivitas perdagangan dan kegiatan aset kripto,” jelasnya.

Secara keseluruhan kegiatan aset kripto ini diharapkan dapat berpotensi juga untuk memperkuat pertumbuhan dan menjadi momentum pendalaman pasar keuangan di Indonesia.

Perbandingan ini yang menunjukkan minat dan animo yang tinggi dari masyarakat untuk berinvestasi aset kripto. Namun tentu ini harus diimbangi dengan kecukupan pemahaman yang memadai dan regulasi sebagai perlindungan kepada para investor.

“Tentu ini tanggung jawab kita bersama, tapi bukan hal yang keliru kalau saya titipkan kepada yang menjadi frontliners. Jadi para penyelenggara platform dan pedagang aset kripto lah sebetulnya yang betul-betul harus menjaga amanah yang sudah terlanjur dititipkan oleh 22,9 juta [pengguna] yang membuka akun di masing-masing penyelenggara platform,” tegasnya.

Trending

Update News