OJK: 2025 Masih Jadi Tahun Sulit bagi Sektor Keuangan

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Mahendra Siregar dalam “Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK)” di Jakarta, Rabu (11/2/2025). (Dok. OJK)
FAKTA.COM, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa pada tahun ini sektor industri jasa keuangan tetap dihadapkan dengan tantangan dan ketidakpastian yang diperkirakan tidak akan lebih mudah daripada tahun sebelumnya. Dalam menghadapi tantangan ini, OJK menerbitkan empat kebijakan prioritas untuk mendukung pertumbuhan ke level lebih tinggi.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan meningkat secara terbatas. Kemudian, kebijakan suku bunga di Amerika Serikat dan beberapa negara utama lainnya diperkirakan akan terus berlanjut dengan laju yang lebih lambat.
“Tantangan dan ketidakpastian yang akan dihadapi di 2025 diperkirakan tidak akan lebih mudah,” ungkap Mahendra Siregar dalam “Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK)” di Jakarta, Rabu (11/2/2025).
Sepanjang 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat di level 5,03 persen dengan indikator kinerja sektor jasa keuangan yang positif.
OJK terus berupaya memperkuat stabilitas sektor jasa keuangan yang inklusif guna mendukung program prioritas pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kami mengambil serangkaian langkah kebijakan prioritas yang sejalan dengan langkah pemerintah untuk mengakselerasi pertumbuhan,” ungkap Mahendra.
Kebijakan prioritas pertama dilakukan melalui optimalisasi kontribusi sektor jasa keuangan dalam mendukung pencapaian target program prioritas pemerintah. OJK mengarahkan sektor jasa keuangan untuk berperan mendorong pertumbuhan sehubungan dengan terbatasnya kapasitas anggaran pemerintah.
“Seperti dukungan untuk program makan bergizi gratis (MBG) dan ketahanan pangan diberikan melalui kemudahan akses pembiayaan dengan skema penyaluran kredit dan penjaminan khusus kepada petani dan UMKM serta pengembangan produk asuransi parametrik,” ungkapnya.
Kemudian, kebijakan prioritas yang kedua, yaitu pengembangan sektor jasa keuangan untuk pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Awal 2025 menandai telah terlaksananya amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dengan memberikan mandat yang semakin luas bagi OJK untuk mengatur dan mengawasi aset keuangan digital termasuk aset kripto, instrumen derivatif keuangan dengan underlying effect, kegiatan usaha bullion, operasi di sektor jasa keuangan open loop, serta perusahaan induk konglomerasi keuangan.
Selanjutnya, prioritas kebijakan ketiga adalah penguatan kapasitas sektor jasa keuangan dan penguatan pengawasan.
“Penguatan dilakukan dari aspek kapasitas kelembagaan untuk meningkatkan daya saing dan ketahanan sektor jasa keuangan (SJK) melalui konsolidasi industri termasuk peningkatan permodalan dan stratifikasi kegiatan usaha untuk manajer investasi dan perusahaan efek, peningkatan tata kelola dan manajemen risiko, serta transparansi,” ucapnya.
Terakhir, prioritas keempat adalah meningkatkan efektivitas penegakan integritas dan perlindungan konsumen. OJK bersama aparat penegak hukum serta instansi lembaga berwenang lainnya secara aktif berkolaborasi dalam mencegah lembaga jasa keuangan yang dijadikan sarana untuk melakukan tindak kejahatan.
Penanganan penipuan atau scam yang terjadi di sektor keuangan juga diatasi melalui pembentukan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan.
"Dengan demikian korban scam memiliki peluang lebih besar untuk memperoleh pengembalian dana dengan langkah penanganan yang lebih cepat melalui IASC,” imbuh Mahendra.
Selain itu, OJK membentuk database fraudster terintegrasi yang disebut Sistem Informasi Pelaku di Sektor Jasa Keuangan (Sipelaku).
“Sipelaku menjadi sarana diseminasi pelaku financial fraud kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) sehingga diharapkan dapat menjadi bagian dari manajemen risiko bagi LJK dalam berhubungan dengan stakeholders,” jelas dia.