Inflasi Inti Melejit, Menko Airlangga: Sinyal Baik, Tanda Konsumsi Naik

Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto sebut inflasi inti adalah sinyal positif kepada media di Jakarta, Jumat (7/2/20025). (Fakta.com/Trian Wibowo)
FAKTA.COM, Jakarta – Inflasi inti (core inflation) mengalami lonjakan signifikan pada Januari 2025, mencapai 0,30 persen, setelah pada Desember 2024 berada di angka 0,17 persen. Sebelumnya, pada Januari 2024, inflasi inti tercatat sebesar 0,20 persen, menunjukkan tren kenaikan yang terus berlanjut tahunan (yoy).
Berbeda dengan inflasi umum yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan mempertimbangkan tujuh komoditas, core inflation justru mengecualikan komoditas makanan dan energi, yang seringkali mengalami fluktuasi atau perubahan harga yang tajam.
Menyikapi fenomena ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa lonjakan pada inflasi inti tersebut merupakan pertanda positif bagi perekonomian Indonesia.
Menurutnya, kenaikan inflasi inti ini menunjukkan adanya pertumbuhan dalam sektor konsumsi masyarakat.
“Jadi, core inflation naik itu positif, karena kita punya inflasi, kan administered price sudah rendah sekarang,” ucap Airlangga, ditemui Fakta.com di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat, (7/2/2025).
Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto sebut inflasi inti adalah sinyal positif kepada media di Jakarta, Jumat (7/2/20025). (Fakta.com/Trian Wibowo)
Meski menunjukkan sinyal positif sebagai indikasi pertumbuhan konsumsi masyarakat, angka pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga masih tercatat di bawah laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Data menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga, yang merupakan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, tercatat tumbuh sebesar 4,94 persen pada 2024. Angka ini meningkat sedikit dibandingkan dengan 2023 yang sebesar 4,82 persen, namun tetap berada di bawah pertumbuhan ekonomi keseluruhan yang mencapai 5,03 persen.
Namun, Airlangga menegaskan bahwa hal ini bukanlah ancaman serius, mengingat Indeks Keyakinan Konsumsi (IKK) Indonesia masih berada di level yang tinggi, yakni di atas angka 120.
“Ya enggak apa-apa. Kan kita punya Indeks Keyakinan Konsumennya juga masih di atas 120,” imbuhnya.
Pada Desember 2024, IKK Indonesia berada di angka 127,7. Terjadi lonjakan yang signifikan sejak dua bulan lalu, yaitu pada oktober yang berada di angka 121,1.
Menanggapi pernyataan Menko Airlangga, Peneliti Senior Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (FEB UNS) serta CORE Indonesia, Etika Karyani Suwondo, setuju bahwa tingginya IKK mencerminkan kondisi perekonomian yang stabil.
Namun, ia menekankan bahwa ada beberapa variabel lain yang juga perlu diperhatikan untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif.
“Misal, pertimbangan daya beli riil, investasi, risiko kredit, dan neraca perdagangan,” jelas Etika dihubungi oleh Fakta.com di hari yang sama setelah adanya pernyataan dari Menko Airlangga.
Etika menganggap, bahwa dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, potensi risiko ekonomi di masa depan bisa lebih diminimalisir.
Etika juga menyoroti faktor lain yang perlu menjadi perhatian, seperti nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
“Pelemahan Rupiah yang berlarut memicu imported inflation (kenaikan harga barang impor) dan memperburuk defisit transaksi berjalan,” imbuh Etika.
Dalam hal ini, Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto juga mengemukakan pandangan serupa mengenai potensi dampak pelemahan Rupiah terhadap inflasi inti.
“Peningkatan inflasi inti ini terkait dengan melemahnya kurs Rupiah terhadap Dolar AS. Sehingga memang perlu diwaspadai,” ucap Eko dihubungi oleh Fakta.com.
Eko mengingatkan bahwa pelemahan Rupiah yang berlanjut dapat menyebabkan bahan baku impor menjadi lebih mahal, yang pada gilirannya akan mendorong kenaikan harga produk domestik.