Perang AI ChatGPT vs DeepSeek dan Peluang Ekonomi bagi Indonesia

Ilustrasi - DeepSeek, ChatGPT, dan sejumlah aplikasi AI. (Unsplash)
FAKTA.COM, Jakarta – Wall Street sedang diterjang badai. Pusat keuangan AS itu belum pernah terlihat mengalami kehancuran sehebat ini, sejak era dot-com bubble. Dalam satu hari, nilai pasar NVIDIA anjlok hampir Rp9.700 triliun, menyapu bersih miliaran Dolar dalam sekejap. Microsoft, Google, dan Meta ikut terseret dalam badai yang sama.
Para investor yang dulu percaya diri dengan dominasi Amerika Serikat di bidang kecerdasan buatan (AI), kini panik. Sebab, ancaman itu nyata, bukan rudal, bukan senjata nuklir, melainkan sebuah algoritma cerdas yang lahir dari China, DeepSeek.
DeepSeek menjadi aplikasi AI nomor satu hanya dengan bermodalkan dana kurang dari satu persen dari yang pernah digelontorkan oleh OpenAI untuk menciptakan ChatGPT. DeepSeek juga menggunakan karyawan hanya empat persen dari karyawan OpenAI.
Data yang dirangkum dalam berbagai sumber menjabarkan bahwa OpenAI perlu waktu 10 tahun untuk menjadi seperti sekarang, dengan 4.500 karyawan dan pendanaan mencapai Rp105,6 triliun, hingga menjadi aplikasi ranking dua di App Store.
Sementara DeepSeek hanya perlu waktu dua tahun dengan karyawan 200 orang dan funding Rp89 miliar. Kini aplikasi tersebut menjadi ranking satu di App Store.

Ilustrasi - Model LLM AI DeepSeek. (Dok. DeepSeek)
Dampak Ekonomi bagi Indonesia
Dari sisi ekonomi, persaingan antara DeepSeek dan AI buatan AS, seperti ChatGPT, membawa dampak positif bagi Indonesia. Dengan adanya alternatif yang lebih murah, Indonesia dapat mengadopsi teknologi AI, tanpa harus mengeluarkan biaya besar.
Hal ini, terutama bermanfaat bagi sektor UMKM, yang dapat memanfaatkan DeepSeek untuk analisis pasar, manajemen inventaris, atau bahkan pemasaran digital.
Menurut laporan PwC (2022), pasar AI global diprediksi akan mencapai nilai US$1,5 triliun pada 2030, dan Indonesia memiliki potensi untuk menjadi bagian dari pertumbuhan ini.
"Persaingan AS-China dalam AI membuka peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan teknologi terbaik, dengan biaya yang lebih kompetitif," ujar Ketua Komisi Tetap (Komtap) AI, Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Nasional (Aptiknas), Karim Taslim.
Apalagi DeepSeek muncul setelah mempelajari kelemahan dan kekurangan eksisting GenAI. Maka, seperti pebisnis yang membuka bisnis baru di atas kompetisi yang ada, biasanya dia sudah punya kartu as dan mengetahui kelemahan kompetitor.

Ilustrasi - Pengunduhan DeepSeek. (Dok. DeepSeek)
Data Siber
Di sisi lain, menurut Karim, yang juga Founder Indonesia AI Innovation Challenge dan COO - PT. Terre Tech Nusantara itu, kehadiran DeepSeek juga membawa tantangan yang perlu diantisipasi, salah satunya adalah masalah keamanan data.
Sebagai produk China, DeepSeek tunduk pada regulasi pemerintah China yang ketat, yang mungkin menimbulkan kekhawatiran tentang privasi pengguna.
Amnesty International (2023) memperingatkan bahwa penggunaan teknologi China di luar negeri dapat menjadi alat untuk pengawasan dan pengumpulan data.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu memastikan bahwa penggunaan teknologi AI, seperti DeepSeek, tidak melanggar privasi warga negara. Regulasi yang ketat dan transparan diperlukan untuk melindungi data pengguna, sekaligus memastikan bahwa teknologi ini digunakan untuk kepentingan publik.
Selain itu, kualitas dan keandalan DeepSeek masih perlu diuji dalam skala global. Meskipun unggul dalam hal bahasa dan harga, DeepSeek masih tertinggal dalam hal kreativitas dan kedalaman analisis dibandingkan dengan ChatGPT.
Profesor Stanford University, Dr. Fei-Fei Li menyebutkan bahwa AI buatan China masih perlu meningkatkan kemampuan generatif dan adaptifnya untuk bersaing dengan produk AS.
Evaluasi Mendalam
Bagi Indonesia, ini berarti perlu ada evaluasi mendalam sebelum mengadopsi DeepSeek secara luas. Pemerintah dan pelaku industri harus bekerja sama untuk memastikan bahwa teknologi ini benar-benar dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional.
Di sisi lain, Indonesia juga perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam bidang AI agar dapat memanfaatkan teknologi ini secara optimal.
Pemerintah telah menyatakan akan membangun ekosistem digital yang inklusif dan berdaya saing, dengan fokus pada pengembangan SDM. Pendidikan dan pelatihan di bidang AI harus menjadi prioritas, agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pencipta teknologi.
Dengan SDM yang mumpuni, Indonesia dapat memanfaatkan DeepSeek dan teknologi AI lainnya untuk menciptakan solusi inovatif yang sesuai dengan kebutuhan lokal.
Pada akhirnya, kehadiran DeepSeek sebagai pesaing AI buatan AS membawa angin segar bagi Indonesia. Dengan memanfaatkan teknologi ini secara bijak, Indonesia dapat memacu pertumbuhan ekonomi digital, meningkatkan kualitas layanan publik, dan menciptakan lapangan kerja baru. (ANT)