Bukan US$1 Miliar, Nilai Riil Investasi Pabrik Airtags Apple Batam Hanya Seperlimanya

Ilustrasi - Airtag Apple. (Dok. Apple)
FAKTA.COM, Jakarta – Meski pembangunan pabrik untuk produksi airtags oleh Apple sudah hampir dikatakan pasti terjadi, yakni di Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan bahwa nilai investasinya masih cenderung kecil.
Sebelumnya, diketahui bahwa investasi pabrik produksi airtags di Batam diperkirakan senilai US$1 miliar. Akan tetapi, berdasarkan perhitungan dari Kemenperin, ternyata nilai investasi riilnya hanya seperlima dari angka tersebut.
“Berdasarkan asesmen teknokratis kami, nilai riil investasi pabrik airtags Apple di Batam hanya US$200 juta,” ujar Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, dalam siaran pers yang diterima Fakta.com, Rabu (22/1/2025).
Menurut penuturan Febri, nilai US$1 miliar tersebut muncul karena Apple memasukkan nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku sebagai Capex (Capital Expenditure). Padahal, dalam negosiasi antara Kemenperin dan Apple yang berlangsung pada Selasa (7/1/2025), pihak Kemenperin sudah tegas menyampaikan bahwa Capex hanya meliputi tiga komponen, yakni pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi.
Lebih lanjut, Febri mengatakan, dengan masuknya nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku sebagai Capex, maka seolah-olah nilai investasi tersebut jauh lebih tinggi, yakni sebesar US$1 miliar.
Pihaknya menyayangkan hal tersebut. Sebab, jika nilai investasi Apple tersebut tepat senilai US$1 miliar, dengan komponen Capex yang sesuai, maka potensi serapan tenaga kerjanya juga akan lebih besar.
Hal tersebut tentu sangat penting, terutama jika mempertimbangkan bahwa data menunjukkan rasio serapan tenaga kerja terhadap total Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk ke Tanah Air relatif menurun, meskipun dalam dua tahun ini ada sedikit tren perbaikan.
Sengkarut Sanksi Apple di Tanah Air
Informasi saja, Kemenperin menyebutkan bahwa Apple belum sepenuhnya mematuhi aturan yang termaktub dalam Permenperin No.29 Tahun 2017. Aturan ini memberikan fasilitas bagi Apple untuk mengedarkan produknya di Tanah Air.
Akan tetapi, selama periode 2020-2023, Apple terbukti belum memenuhi komitmen investasinya senilai US$10 miliar yang jatuh tempo pada Juni 2023. Walhasil, Apple terancam untuk mendapatkan sanksi.
Sanksi tersebut dapat berupa kewajiban penambahan modal investasi baru, pembekuan sertifikat TKDN HKT, hingga pencabutan sertifikat TKDN HKT yang berimplikasi pada dilarangnya produk Apple dijual di Indonesia.
Dalam hal ini, Kemenperin menjatuhkan sanksi yang paling ringan, yakni penambahan modal investasi baru melalui skema investasi 2024-2026. Akan tetapi, Febri menyampaikan bahwa sampai saat ini, Apple belum merevisi nilai investasi yang diajukan. Dengan begitu, Kemenperin belum bisa mengeluarkan sertifikat TKDN HKT pada produk Apple, termasuk seri iPhone 16 yang ramai diperbincangkan publik.
Terkait hal tersebut, Kemenperin dapat mempertimbangkan pengenaan sanksi yang lebih berat, apabila Apple belum juga memenuhi revisi nilai investasi itu.
Febri juga menyayangkan hal tersebut, sebab menurutnya Indonesia sudah memiliki iklim bisnis, kapasitas SDM, dan teknologi yang memadai. Tutur Febri, seharusnya tidak ada hambatan untuk Apple berinvestasi pada pembangunan fasilitas produksi HKT di Tanah Air.
Sebelumnya, Kemenperin berulangkali menegaskan bahwa kapasitas dalam negeri untuk memproduksi produk HKT (handphone, komputer genggam, dan tablet) sudah sangat baik.
Bahkan, dalam siaran pers Kemenperin, Selasa (7/1/2025), Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin, Setia Diarta menyampaikan bahwa nilai ekspor HKT Indonesia tahun lalu mencapai US$277 juta.