Erick Mau Program 3 Juta Rumah Konsep TOD, Target Harus Jelas MBR atau Pekerja
,-Erick-Thohir..jpeg)
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir usai konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (21/1/2015). (Fakta.com/Trian Wibowo)
FAKTA.COM, Jakarta – Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir, berkomitmen menyukseskan program 3 Juta Rumah dengan strategi pengembangan Transit Oriented Development (TOD). Pihaknya telah mengkaji beberapa lahan potensial PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang dapat digunakan untuk pengembangan ekosistem ini.
“Kemarin kita sudah membuka database kita, di mana saja potensi-potensi lahan yang dimiliki oleh KAI bisa dibangun TOD,” ungkap Erick dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (21/1/2015).
Erick mengklaim bahwa dari database tersebut terdapat banyak potensi lahan yang dapat dioptimalkan untuk konsep TOD. Saat ini, sudah ada beberapa konsep yang telah dibuat, dan sekitar 6 hingga 8 di antaranya sudah menjadi percontohan.
Menteri BUMN, Erick Thohir.
Menteri BUMN, Erick Thohir paparkan program 3 Juta Rumah menggunakan konsep TOD di Jakarta, Selasa (21/1/2015). (Fakta.com/Trian Wibowo)
Konsep TOD diyakini akan menjadi salah satu pendekatan suksesnya program 3 Juta Rumah, tidak hanya dilihat dari aspek fisik bangunan, tetapi juga dari kemudahan aksesibilitas yang memudahkan penghuni untuk terhubung dengan berbagai fasilitas penting.
“Kesuksesan pembangunan perumahan itu kalau ada akses dari transportasi publik, itu yang kita lihat. Kita juga enggak mau sembrono seakan-akan menawarkan hanya tanah-tanah aset, tetapi transportasi publiknya tidak tersambung,” imbuh Erick.
Begitupun terkait dengan kemacetan, Erick menegaskan bahwa konsep TOD ini sebetulnya juga dapat diimplementasikan untuk menurunkan traffic kemacetan akses ke bandara maupun jalan tol.
“Kemarin, saya melihat langsung kondisi di bandara dan menelusuri beberapa lokasi, ternyata banyak sekali terminal KAI yang potensial untuk pembangunan perumahan, seperti yang ada di Batu Ceper, yang terletak antara pusat kota dan bandara,” ujar Erick.
Kebutuhan pembangunan TOD di kawasan bandara didasarkan atas peningkatan pengunjung bandara yang diperkirakan akan naik dari 56 Juta menjadi 80 Juta.
Menurut Erick, tren global menunjukkan bahwa penggunaan kereta bandara bisa mencapai 34% dari total penumpang. Namun, saat ini, pengguna kereta api bandara dari KAI baru mencapai kurang dari angka 10%.
"Saya sudah berbicara dengan KAI, dan saya ingin mereka bisa mencapai 10% pengguna kereta api dalam enam bulan ke depan, bukan 34% dulu, tapi setidaknya 10%," tambahnya.
Kelas Sosial TOD Beda dan Tak Cocok dengan Target Program MBR
Pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna memberikan tanggapan mengenai konsep TOD yang akan masuk dalam ekosistem 3 Juta Rumah. Menurutnya tantangan terbesar dalam pengembangan TOD di lahan KAI adalah pemetaan yang tepat terhadap pasar dan kelas sosial yang menjadi sasaran.
"Untuk 3 Juta Rumah, itu kan rumah buat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Namun untuk pasar MBR, lokasi di tengah kota itu agak berat, apalagi memanfaatkan tanah-tanah KAI," ujarnya kepada Fakta.com, pada Rabu (22/1/2025).
Yayat menambahkan, apabila pengembangan TOD ini berfokus pada rumah susun sewa yang terjangkau, itu diyakini bisa lebih feasible. Sedangkan apabila mengusung konsep Rumah Milik akan terlalu mahal untuk kalangan MBR, kecuali jika pengembangan TOD ini sejak awal memang berfokus pada pekerja muda, bukan untuk kalangan MBR.
“Ya seperti contoh anak-anak muda di SCBD (Sudirman Central Business District) yang tinggal di seputaran Citayam, Bojonggede, atau Depok. Itu kan mereka dari pinggiran dan mereka butuh rumah. Mereka itu pekerja muda, bukan kelompok MBR, tapi butuh tempat tinggal. Kalau TOD yang mau dikembangkan otomatis kelas sosialnya kan beda," imbuhnya.
Yayat juga menyoroti pentingnya integrasi konsep TOD dengan berbagai fungsi lainnya, seperti transportasi, bisnis, dan layanan publik. Konsep ini harus diterapkan dengan tepat agar tidak hanya berfokus pada transportasi kereta api perkotaan, tetapi juga menyentuh aspek-aspek sosial dan ekonomi yang lebih luas.
"Karena fungsi TOD itu ada fungsi-fungsi yang terintegrasi selain fungsi transportasi, ada bisnis, ada layanan lainnya," tambahnya.
Sebagai contoh, Yayat menyebutkan beberapa lokasi yang dinilai masih cukup feasible seperti kereta api antara stasiun Tanah Abang sampai Rangkasbitung. Namun tantangan terbesar bagaimana langkah mengelola dan memetakan aset tanah milik PT KAI.
"Tapi pertanyaannya, di mana aset-aset PT KAI itu tersedia dan bagaimanapun pemetaan terkait aset-aset PT KAI ini harus disampaikan. Misalnya contoh, hamparan tanah yang luas punya PT Kereta Api itu ada di mana? Karena kalau konsepnya kawasan perkotaan itu, pasti luasannya agak berbeda dengan tanah-tanah PT KAI yang kemungkinan besar berada di luar kawasan Stasiun Kereta Api," ungkapnya.
Yayat menegaskan, jika Pemerintah mau berani, proyek TOD ini bisa mengadopsi konsep yang dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, di mana Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) mereka sudah mengarahkan pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dengan konsep vertikal.
“Mereka sudah mengarahkan pengembangan kawasan perumahan, permukiman dengan konsep vertikal untuk bisa membangun rumah-rumah susun di kawasan yang dekat public transport,” tegasnya.
Selain itu, Yayat juga mengingatkan perlunya persiapan yang matang terkait kerja sama antara PT KAI dan pihak pengembang untuk menentukan siapa yang akan bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pengembangan TOD dalam Program 3 Juta Rumah.
“Walaupun nanti tanahnya itu pun ada, nah nanti dikelola oleh siapa, apakah ada kerja sama. Pertanyaannya pengembang mana yang berani berinvestasi pada kelompok MBR,” ungkapnya.
Terlebih lagi, ia menekankan kembali, sangat penting untuk memahami karakteristik wilayah dan segmen pasar sebelum memulai pengembangan. "Sasaran pasar harus jelas, jadi kita enggak sekedar ambil-ambil aset terus mengembangkan, eh pasarnya enggak sesuai. Sayang sekali," imbuhnya.