Mendorong Kontribusi Ekspor Terhadap PDB, Pemerintah Harus Simak Ini!

Ilustrasi Ekspor Rekor Surplus. (Dok. Fakta.com)
FAKTA.COM, Jakarta – Soal kinerja perdagangan internasional, Indonesia patut diacungi jempol. Pasalnya, sudah bulan ke-56, Indonesia terus-menerus mencatatkan surplus. Akan tetapi, kontribusi ekspor RI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tidak banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir.
Neraca perdagangan RI terus melanjutkan tren surplusnya. Per Desember tahun lalu, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan di angka US$2,24 miliar. Bahkan, Wakil Menteri Perdagangan RI, Dyah Roro Esti Widya menyampaikan bahwa tren suprlus tersebut sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
“Sejak 2021, kebetulan kita mengalami surplus dan ketika berbicara mengenai perdagangan tahun 2024 secara keseluruhan, itu juga kita mengalami surplus. Jadi, selama ini Alhamdulillah secara keseluruhan our trade performance itu baik,” ujar Dyah dalam sebuah talkshow di Menara Global, Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Kendati begitu, kontribusi ekspor Indonesia terhadap PDB tidak banyak berubah. Data menunjukkan bahwa share ekspor terhadap PDB masih berada di kisaran 18-20 persen, setidaknya dalam lima tahun terakhir.
Menanggapi hal tersebut, Direktur CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan, share ekspor terhadap PDB tidak bisa serta-merta digunakan untuk melihat kinerja ekspor. Sebab, di dalam PDB ada komponen pembentuk lain, misalnya investasi dan konsumsi. Terlebih, Indonesia merupakan negara dengan populasi yang besar. Walhasil, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB pasti besar pula.
Faisal juga bilang, dengan share di angka 18-20 persen, sebenarnya sudah relatif baik untuk Indonesia.
“Apalagi kalau kita bandingkan dengan pra-pandemi, Ini yang membantu juga kenapa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa di level lima persen. Padahal dari sisi konsumsi rumah tangga dan investasi itu melambat,” kata Faisal kepada Fakta.com, Jumat (17/1/2025).
Meski begitu, angka tersebut masih belum optimal. Sebab, potensi ekspor Indonesia masih terlampau besar dibandingkan dengan realisasinya saat ini.
Lagi, Industrialisasi Jadi Biang Masalahnya
Menurut Faisal, salah satu alasan mengapa ekspor Indonesia belum optimal adalah terbatasnya ekspor berbasis manufaktur. Sampai dengan hari ini, ekspor Indonesia masih didominasi oleh komoditas yang notabene harganya fluktuatif.
“Pada zaman orde baru, itu 60 persen [ekspor], manufaktur sebetulnya. Semestinya makin lama, makin besar ekspor manufakturnya, tapi ini malah turun proporsinya terhadap total ekspor,” tuturnya.
Struktur ekspor Indonesia saat ini sekitar 55 persen merupakan komoditas, sementara manufakturnya hanya di kisaran 45 persen.
“Jadi, yang harus didorong itu adalah ekspor manufakturnya, share-nya harus lebih tinggi,” jelas Faisal.
Terakhir, Faisal berujar, negara tetangga yang industrialisasinya lebih maju, proporsi ekspor manufakturnya terhadap total ekspor jauh lebih tinggi. Walhasil, jika ingin meningkatkan proporsi ekspor terhadap PDB, maka tidak bisa terelakan, industrialisasi RI perlu didorong lagi.
Kontribusi ekspor terhadap PDB dapat ditingkatkan melalui peningkatan nilai tambah produk ekspor, misalnya melalui hilirisasi dengan mengembangkan industri berbasis teknologi, produk manufaktur, dan jasa, seperti pariwisata dan medis.