Kolaborasi Lintas K/L Siap Dorong NTT Capai 'No Poverty' dan 'No Hungry'

Ilustrasi - Petugas memantau kondisi kemiskinan. (Dok. Shutterstock)
FAKTA.COM, Jakarta – Tingkat kemiskinan di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih tergolong tinggi. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir penurunannya tidak signifikan. Hal ini membuat NTT termasuk dalam salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia.
Di luar kemiskinan, NTT juga merupakan provinsi dengan tingkat prevalensi stunting yang tinggi, yakni sebesar 37 persen dari jumlah penduduk.
Lantas, apa saja strategi untuk menurunkan tingkat kemiskinan di NTT?
Sejalan dengan visi pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) berencana melaksanakan pilot project pengentasan kemiskinan ekstrem di NTT.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Mendukbangga/Kepala BKKBN, Wihaji dalam Rapat Koordinasi di Kantor Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Jakarta, Senin (13/1/2025).
Adapun pilot project tersebut merupakan kolaborasi lintas K/L yang diinisiasi oleh Kemendukbangga. Dalam hal ini, beberapa K/L yang terlibat adalah Kemenkes, Kemendikti Saintek, Kemendes, dan dua universitas, yaitu Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Dalam rapat koordinasi tersebut, Wihaji menekankan upaya penanggulangan kemiskinan dan stunting di NTT akan berbasis ketahanan pangan lokal. Dengan begitu, program tidak hanya akan berfokus pada peningkatan konsumsi pangan bergizi saja, tetapi juga menggerakan roda perekonomian.
“Program ini menjadi bagian dari komitmen kita untuk mewujudkan tema No Poverty, No Hungry,” tegas Wihaji.
Bahkan nantinya kolaborasi tersebut juga akan menyelenggarakan program penanaman benih jagung di Nusa Timore pada lahan seluas 10.000 Ha setiap tahun. Ada pula pengembangan beras analog berbasis jagung dan sorgum, hingga pembentukan klaster UMKM khusus olahan pangan.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono menyampaikan bahwa pihaknya juga akan turut andil dalam menyelesaikan persoalan stunting, termasuk di NTT.
Langkah yang akan diambil adalah mencegah terjadinya stunting, bahkan sejak bayi masih dalam kandungan. Salah satu hal yang disoroti adalah tingginya kasus anemia pada ibu hamil sehingga anak lahir dalam kondisi stunting.
Menanggapi persoalan ini, Dante berujar akan membagikan suplemen penambah darah kepada mereka yang membutuhkannya.
Selain itu, untuk memantau perkembangan janin, Kemenkes akan menyediakan USG di seluruh Puskesmas. Dengan begitu, apabila ukuran janin tidak sesuai dengan usianya, maka intervensi dapat langsung dilakukan.
“Kalau tidak diupayakan untuk diintervensi, akan lahir bayi-bayi yang mudah menjadi stunting,” jelas Dante.
Sementara itu, gubernur Terpilih NTT, Melki Laka Lena menyampaikan bahwa dirinya siap untuk mengimplementasikan seluruh arahan program untuk mengentaskan persoalan kemiskinan dan stunting di NTT.
“Kami siap untuk memastikan bahwa [program] pentaheliks yang dilakukan di tingkat pusat akan kami kerjakan dengan baik di lapangan sehingga angka stunting NTT yang tinggi sekali—kurang lebih 37 persen, angkanya akan kami turunkan sesuai target nasional untuk NTT,” tutur Melki.














