Pengamat: APBN 2024 Tak Sesuai Harapan, Tantangan Berat di 2025

Para petinggi Kemenkeu RI dalam rapat bersama DPR RI di Jakarta, Sabtu (21/9/2024). (Dok. Kemenkeu)
FAKTA.COM, Jakarta – Lembaga penelitian Bright Institute menyatakan bahwa realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 tidak memenuhi ekspektasi. Kinerja yang kurang memuaskan ini membuat pencapaian target pemerintah pada 2025 semakin sulit dicapai dan tampaknya tidak lagi realistis.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah memaparkan laporan realisasi sementara APBN 2024 dalam konferensi pers pada Senin (6/1/2025) lalu di Jakarta. Narasi APBN 2024 yang digelontorkan pun terkesan sehat dan kredibel.
Ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizky, memberikan pandangan yang kontra terhadap angka-angka realisasi APBN di 2024 yang dirasanya akan memperberat pengelolaan APBN di 2025.
Dari sisi pendapatan negara, APBN 2025 menargetkan pendapatan sebesar Rp3.005 triliun. Jika dibanding realisasi sementara 2024, maka target memerlukan kenaikan sebesar 5,72 persen dari 2024.
“Meski bukan mustahil, namun target kenaikan tersebut memerlukan realisasi kinerja kenaikan lebih dari dua kali lipat dari tahun 2024 yang hanya naik 2,10 persen,” ujar Awalil dalam webinar “Realisasi APBN 2024 Tak Sesuai Harapan” yang diadakan secara daring pada Rabu (8/1/2025).
Awalil mengatakan bahwa target pendapatan yang dirasa cukup realistis ini, didasarkan pada data historis di era Jokowi yang bahkan naiknya mencapai 7%.
“Di era Jokowi juga rata-rata itu pernah naik 3,18% hingga 7,10%. Jadi intinya 5,72% ini ya tidak terlalu muluk. Realistis lah begitu,” ungkap Awalil.
Hal yang cukup mengkhawatirkan terjadi di realisasi penerimaan pajak yang hanya Rp1.932,4 triliun atau 97,2 persen dari targetnya. Dengan target APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun, maka pemerintah perlu mencapai kenaikan sebesar 13,29 persen tahun ini.
“13,29 persen ini merupakan target kenaikan yang sangat tinggi jika dilihat data historis selama ini. Apalagi ditambah dengan kondisi perekonomian 2025 yang diproyeksikan belum akan lebih baik dari tahun 2024,” ujar Awalil.
Sementara itu, penerimaan pajak jenis Pajak Penghasilan (PPh) mengalami realisasi yang di bawah target atau shortfall terdalam yakni hanya 93,2 persen dari target APBN 2024. Untuk mencapai target APBN 2025, penerimaan PPh harus naik 13,79 persen di tahun ini.
“Target ini sudah tidak lagi realistis berdasar data historis dan kondisi perekonomian terkini,” jelasnya.
Awalil juga mengamati adanya rencana belanja yang cukup memberikan tekanan. Belanja di 2025 justru direncanakan mengalami peningkatan sebesar 8.09%.
“Nah belanjanya ini yang menarik ya. Pada saat pendapatan yang seperti itu belanjanya kelihatannya nggak ada tanda-tanda mau direm,” ungkap dia.
Awalil menilai narasi pihak Kementerian Keuangan terlalu berlebihan. Klaim-klaim keberhasilan pemerintah atas realisasi APBN 2024 ini justru dapat menyembunyikan indikasi lain yang semestinya menjadi upaya mitigasi bersama.
Contohnya realisasi sementara defisit APBN 2024 nilainya secara nominal Rp507,8 triliun memang lebih rendah dari target APBN yang sebesar Rp522,8 triliun. Namun secara rasio atas Produk Domestik Bruto (PDB), nilainya tidak lebih rendah dari target.
Bahkan, di akhir sesi, Awalil menyarankan Pemerintah untuk segera menyusun APBN Perubahan yang lebih mencerminkan arah kebijakan pemerintahan Prabowo.