Investasi Asing Naik tapi Serapan Tenaga Kerja Turun, Ada Apa?

Pabrik Essa. (Dokumen Essa Industries)
FAKTA.COM, Jakarta - Hampir satu dekade terakhir, tren Penanaman Modal Asing (PMA) Indonesia kerap mengalami peningkatan. Meski begitu, investasi yang masuk cenderung padat modal. Sebab, serapan tenaga kerja dari investasi yang direalisasikan berada dalam tren menurun.
Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana mengatakan, kendati PMA terus meningkat, tetapi dampaknya penyerapan tenaga kerjanya cenderung lebih rendah jika melihat tren dalam sepuluh tahun terakhir.
Sejalan dengan data di atas, nilai rasio tenaga kerja terhadap PMA terlihat semakin rendah. Pada 2015, Rp1 triliun investasi bisa menghasilkan penciptaan lapangan pekerjaan hingga sekitar 2.544 orang. Kemudian, angkanya terus menurun pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan, belum pernah menembus 1.500.
Meskipun tahun ini sedikit membaik, yakni sekitar 1.157 tenaga kerja per Rp1 triliun investasi PMA yang direalisasikan, tetapi angka tersebut belum ada setengah dari capaian tahun 2015. Hal ini menunjukkan investasi cenderung lebih padat modal.
Andri menyayangkan hal tersebut. Sebab, artinya PMA cenderung masuk pada industri yang tidak menciptakan lapangan pekerjaan besar.
“Dari segi bagaimana Indonesia membangun industri untuk seluruh pekerjanya, seluruh masyarakatnya itu tidak terlihat di sana dan justru dalam lima tahun terakhir yang di prioritaskan utamanya investasi ini adalah investasi yang berorientasi komoditas ekspor,” kata Andri kepada Fakta.com, Rabu (24/12/2024).
Ia juga bilang, hal ini tidak baik untuk Indonesia yang sedang berada dalam fase bonus demografi.
“Kita yang sedang melawati bonus demografi ini, sebenarnya sangat krusial sampai tahun 2030 ini. Hal yang harus dipastikan sebenarnya adalah memberikan pekerjaan kepada seluruh angkatan kerja kita,” jelas Andri.
Data rendahnya penciptaan lapangan pekerjaan dari PMA juga sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Dapat dilihat, bahwa sampai saat ini, tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh sektor informal.
Meskipun secara persentase ada sedikit perbaikan, tetapi secara nominal, pekerja informal masih meningkat.
Di samping itu, peningkatan tenaga kerja formal pun tampaknya lebih banyak dipengaruhi oleh peningkatan pekerja tidak penuh. Per Agustus tahun ini, jumlah pekerja tidak penuh berkontribusi sebesar 31,93% dari seluruh pekerja atau sekitar 46,91 juta orang.
Bahkan, secara nominal angka tersebut lebih banyak dari sebelum masa pandemi COVID-19. Hingga Agustus tahun ini, jika lebih dirinci, pekerja tidak penuh terdiri dari pekerja paruh waktu sebesar 34,63 juta orang dan setengah pengangguran sebanyak 11,56 juta orang.
"Indonesia sudah mencapai titik terlalu banyak orang yang terpaksa bekerja saking miskinnya."
- Ekonom Senior, Awalil Rizky
Dalam sebuah diskusi publik belum lama ini, Ekonom Senior Awalil Rizky mengatakan, fenomena tersebut menunjukkan orang Indonesia terlalu miskin untuk menganggur. Walhasil, meski tidak terserap di pekerjaan yang layak, mereka tetap bekerja sebagai pekerja tidak penuh.
“Nampaknya Indonesia sudah mencapai titik itu, terlalu banyak orang yang terpaksa bekerja saking miskinnya,” tutur Awalil