RI Optimis Pertumbuhan Ekonomi 8% Lewat Hilirisasi Nikel

Smelter nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara. (Dok. Kemenperin)
FAKTA.COM, Jakarta - Hilirisasi jadi salah satu mandat tujuan besar untuk mendukung ambisi pertumbuhan ekonomi 8 persen di masa pemerintahan Prabowo. Potensi besar dari sektor tambang, khususnya nikel digadang-gadang mampu menggenjot angka pertumbuhan ini.
Sekretaris Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BPKM, Heldy Satrya Putera menjelaskan pemerintah telah mengeluarkan serangkaian aturan terkait hilirisasi ini sejak 2014.
“Jadi pada 2014 kita sebetulnya sudah mengeluarkan aturan untuk melarang hasil tambang itu, termasuk nikel, yang diekspor dalam bentuk bahan mentah atau biji nikel. Tetapi ini tidak berjalan sehingga pemerintah terus melakukan peraturan baru itu di 2020,” jelas Heldy.
Sejak tahun berlakunya aturan ini, produk akhir dari bahan nikel ini dimanfaatkan untuk stainless steel dan baterai kendaraan listrik. Produksi nikel untuk stainless steel lebih dulu dimulai karena teknologinya sudah tersedia.
Sementara, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus mengatakan target 8 persen bukanlah sesuatu yang mustahil. Menggunakan skenario paling optimis dan atas proyeksi yang telah dilakukannya, target 8 persen bisa didorong oleh industri logam dasar, salah satunya melalui sektor nikel.
“Jadi kan di skenario Astacita, ini skenario yang kalau menurut kami juga sangat super optimis, [pertumbuhan ekonomi] 8 persen atau bahkan 8,3 persen di 2027. Secara teknis hitung-hitung di atas kertas itu bisa [tercapai],” terang Ahmad.
Ekspor komoditas turunan nikel sejak 2019 hingga 2023 bahkan mengalami kenaikan sebesar lima kali lipat. Tertinggi pada komoditas turunan Ferro Nickel yang meningkat sebesar 489 persen dalam rentang tahun tersebut.
Ahmad berpendapat, peningkatan tajam ini disebabkan adanya hilirisasi nikel. Bahkan Indonesia itu bisa mengisi kurang lebih 10 persen dari permintaan global untuk produk hilirisasi nikel.