Ekonomi Digital Indonesia: Besar Potensi, Minim Tenaga Kerja

Ilustrasi, Freepik.
FAKTA.COM, Jakarta - Nilai ekonomi digital di Indonesia terus mengalami peningkatan. Terbaru, berdasarkan riset dari Google Temasek & Bain Company nilai GMV (Gross Merchandise Value) ekonomi digital di Indonesia meningkat hingga 13 persen.
Asisten Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Theodore Sutarto, menyampaikan nilai ekonomi digital di Indonesia pada tahun ini meningkat hingga US$90 miliar.
Dari angka tersebut, US$65 miliar di antaranya merupakan sumbangsih dari sektor e-commerce.
“Jadi, sebenarnya dari porsi ekonomi digital Indonesia memang terbesar disumbang oleh sektor e-commerce,” ujar Theodore dalam Indonesia Digital Economy Outlook 2025, Jumat (13/11/2024).
Beliau menambahkan, hal tersebut relevan dengan konsumsi domestik yang menjadi struktur perekonomian Indonesia. Bahkan, merujuk kepada hasil riset yang sama, tahun ini sekitar 35 persen pangsa ekonomi digital ASEAN berada di Indonesia.
Atas catatan tersebut, nilai GMV Indonesia diproyeksikan mencapai angka US $360 miliar di tahun 2030.
Potensi ekonomi digital Indonesia pun dipandang masih sangat cerah. Sayangnya, Indonesia dihadapkan dengan tantangan minimnya tenaga kerja atau talenta digital.
Menteri Ketenagakerjaan Indonesia, Yassierli, pun mengakuinya. Ia mengatakan perusahaan masih kesulitan mencari talenta digital di Indonesia.
“Satu survei mengatakan, 55% perusahaan mengatakan sulit untuk mencari kandidat dengan kemampuan digital yang memadai dan ini menjadi tantangan kita,” ucap Yassierli di forum yang sama.

World Digital Competitiveness Center
Bahkan, Yassierli bilang, talenta digital di Indonesia masih terpusat di kota-kota besar. Padahal, saat ini salah satu fokus pemerintahan adalah menciptakan akselerasi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang inklusif hingga ke daerah terpencil.
Di samping itu, Yassierli juga mengatakan hanya 19 persen tenaga kerja di Indonesia yang memiliki kemampuan digital. Bahkan, dari 19 persen itu hanya 6 persen yang kemampuan digitalnya dianggap memadai. Padahal, benchmark dari negara high income di Asia-Pasifik sebesar 58 persen.
Indonesia juga masih buruk dalam hal daya saing digital. Merujuk data World Digital Competitiveness Center, daya saing digital Indonesia berada di peringkat ke-43 dari 67 negara di dunia.

World Digital Competitiveness Center, 2024.
Di Asia saja, Indonesia berada dalam daftar lima negara dengan daya saing terbawah, yakni peringkat ke-11 dari 14 negara.
Menanggapi persoalan tersebut, Yassierli berjanji Kementerian Ketenagakerjaan akan melakukan intervensi pada beberapa aspek, yakni peningkatan skill, baik teknis maupun kognitif, kemudian juga soal perlindungan tenaga kerja digital.
“Jangan sampai kemudian mereka yang akan berkecimpung dalam dunia digital pekerjaan digital, kemudian jaminan sosial, jaminan ketenagakerjaannya itu kemudian terancam dan kita akan menyiapkan regulasi tentu berdasarkan suatu studi yang komprehensif,” jelas Yassierli.