Fakta.com

Fintech Lending Berjaya, Bagaimana Kualitas Pembiayaannya?

Ilustrasi. (Dokumen AFPI)

Ilustrasi. (Dokumen AFPI)

Google News Image

FAKTA.COM, Jakarta - Kehadiran industri fintech, terutama peer to peer (P2P) Lending dianggap dapat memecah kebuntuan dari persoalan tersendatnya akses pembiayaan kepada masyarakat. Meski begitu, kualitas pinjaman yang disalurkan juga perlu diperhatikan.

Lantas, bagaimana perkembangan kualitas pinjaman yang disalurkan P2P sepanjang tahun ini?

Dalam acara The 6th Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2024, Selasa (12/11/2024), Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Frederica Widyasari Dewi, mengungkap kemudahan akses pembiayaan di tengah perkembangan teknologi digital dapat menjadi pisau bermata dua.

Sebab, menurutnya dengan akses pinjaman yang lebih mudah, masyarakat menjadi banyak berutang. Hal ini di satu sisi dapat menjadi persoalan, terlebih jika utang tersebut tidak digunakan secara produktif dan konsumen tidak terliterasi keuangan dengan baik.

Menanggapi hal itu, Frederica menitipkan kepada pelaku usaha untuk mendorong inklusi keuangan yang bertanggung jawab. Dalam artian, tidak hanya fokus kepada pengembangan bisnis saja, tetapi juga memberikan edukasi kepada konsumen. Dengan begitu, kredit yang disalurkan pun lebih berkualitas.

“Tidak hanya inklusi yang hajar di depan, kemudian nanti belakang nantilah kalau konsumen itu akhirnya kemudian kebanyakan utang dan kemudian hidupnya gak sustain, bukan urusan gue–jangan seperti itu, tapi harus mengutamakan responsible inclusion,” tutur Frederica.

Kualitas pembiayaan

Dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK, Jumat (1/11/2024), disampaikan bahwa tingkat risiko kredit bermasalah P2P lending terjaga dalam posisi yang baik.

“Tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP 90 dalam kondisi terjaga di posisi 2,38%,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga jasa Keuangan Lainnya, Agusman.

Sekadar informasi saja, Tingkat Wanprestasi (TWP) 90 adalah persentase pinjaman yang wanprestasi di atas 90 hari sejak jatuh tempo. Sederhananya, mengukur tingkat kredit bermasalah pada penyelenggara P2P lending. Adapun batas maksimal TWP 90 berdasarkan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah di bawah 5%.

Agusman bilang, saat ini OJK mencatat terdapat 22 penyelenggara P2P lending yang memiliki nilai TWP90 di atas 5% hingga September tahun ini.

Jika total penyelenggara P2P lending yang tercatat di OJK saat ini mencapai 98, maka jumlah penyelenggara yang memiliki TWP90 di atas ketentuan OJK berada di kisaran 22%.

“Terhadap Penyelenggara tersebut, OJK memberikan surat peringatan dan meminta Penyelenggara membuat action plan untuk memperbaiki kualitas pendanaannya,” kata Agusman.

Berdasarkan data tersebut, meski angkanya berfluktuasi, tetapi trennya cenderung menurun. Hingga akhir Agustus, angkanya mencapai 2,38% turun signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni 2,88%.

Jika dilihat lebih rinci, data di bawah merupakan 5 provinsi dengan rasio TWP90 tertinggi hingga akhir Agustus tahun ini. Adapun rata-rata TWP90 di lima provinsi tersebut masih berada di bawah ketentuan maksimal OJK, yakni 5%.

Dilihat dari tren penurunan TWP90, penyaluran pinjaman P2P lending secara kualitas bisa dikatakan membaik. Namun, hal berbeda jika dilihat dari penyaluran kepada sektor produktif.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan, penyaluran kredit kepada sektor produktif relatif menurun persentasenya. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

Dapat dilihat, persentase penyaluran pinjaman kepada sektor produktif oleh P2P lending menurun menjadi 29,14% hingga akhir Agustus tahun ini. Padahal, di periode yang sama tahun lalu, angkanya sebesar 39,05%.

Trending

Update News