Menyoal Peluang Indonesia atas Gagasan Trump yang Bisa Picu Kembali Perang Dagang

Debat pilpres AS antara Donald Trump dan Kamala Harris. (Tangkapan layar Youtube ABC News)

FAKTA.COM, Jakarta - Babak baru Pilpres Amerika Serikat dimulai dengan memasuki debat perdana, Selasa (11/9/2024). Kamala Haris dan Donald Trump beradu gagasan tentang berbagai hal, termasuk soal kebijakan ekonomi.

Dalam kesempatan yang disiarkan ABC News, Kamala menyampaikan gagasan ekonominya dengan corak yang lebih populis. Ia memetakan persoalan ekonomi rumah tangga, seperti biaya hidup yang mahal, termasuk soal perumahan.

Kamala Harris. (Dokumen X @KamalaHarris) Kamala Harris. (Dokumen X @KamalaHarris)

Salah satu fokus utamanya ialah peningkatan standar hidup kelas menengah dan kelompok pekerja di Amerika Serikat.

“Saya sudah memiliki rencana untuk membangun apa yang disebut dengan opportunity economy,” ujar Kamala.

Trump Disebut Kalah Unggul dalam Debat Pilpres AS dengan Harris

Sementara itu, Trump tetap dengan pendekatan proteksionisnya. Fokusnya adalah meningkatkan tarif perdagangan untuk mendongkrak perekonomian domestik dengan memberikan relaksasi pajak kepada korporasi besar. .

“Kami menetapkan tarif pada negara lain sehingga mereka akan membayar lunas setelah 75 tahun semua yang telah kita (Amerika Serikat) berikan kepada dunia. Tarif akan sangat substantif pada beberapa kasus. Seperti diketahui, saya telah berhasil mengambil miliaran dolar dari China,” pungkas Trump.

Gagasan Trump pro bisnis

Dari debat perdana Pilpres AS, beberapa pengamat dan ekonom lebih banyak mencermati gagasan Trump. Salah satunya Ekonom BCA, David Sumual yang menilai gagasan Trump menunjukkan arah kebijakan ekonominya lebih pro bisnis.

“Dia (Trump) coba dorong ekonomi itu dari kebijakan-kebijakan misalnya pemotongan pajak korporasi,” kata David kepada Fakta.com, Kamis (12/9/2024).

Donald Trump saat berkampanye di Wisconsin, AS. (Dokumen Instagram @realdonaldtrump) Donald Trump saat berkampanye di Wisconsin, AS. (Dokumen Instagram @realdonaldtrump)

Padahal, menurut penuturan David, Trump sudah memangkas besar pajak korporasi cukup drastis, yakni menjadi 21% dari 32% dalam periode 2016-2020.

David bilang, dengan arah kebijakan tersebut, keduanya sama-sama akan meningkatkan belanja pemerintah.

“Tapi dari sisi belanja pemerintah Amerika pasti akan naik, mau dari sisi Trump maupun Harris sama saja sebenarnya. Belanja pemerintah Amerika akan membengkak tinggal berbeda caranya saja,” ujar David.

Janji Kampanye Trump, akan Jadikan AS Ibu Kota Kripto

Dilihat dari kebijakannya terhadap China pun serupa. Keduanya sama-sama akan memasang restriksi untuk produk China. Namun, David bilang Trump mungkin akan lebih menekan.

“Trump itu akan lebih menekan contohnya tarif, mungkin tarif akan dinaikan 60%, bahkan mungkin beberapa produk tarifnya dinaikkan sampai 100%. Nah kalau Harris mungkin kurang dari itu, mungkin hanya 20%, tetapi lebih rendah lah bisa dibilang,” tutur David menambahkan.

Namun, David melihat dengan tingginya restriksi terhadap produk China, Indonesia bisa mengambil peluang. Di antaranya adalah investasi yang dipindahkan dari China ke negara-negara lain, termasuk perusahaan luar yang basis ekspornya dari China.

“Jadi akan cari negara lain karena kan sulit kalau misalnya produknya masuk dari China ya tarifnya tinggi gitu,” pungkas David.

Perang dagang berpotensi lanjut

Di sisi lain, kebijakan tarif yang digagas oleh Trump dinilai berpotensi memperpanjang tensi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Hal tersebut diungkap beberapa waktu lalu oleh Ekonom dan Pengamat Pasar Modal, Lucky Bayu Purnomo.

“Karena kita ketahui zaman Trump itu kita lihat adanya perang dagang, kemudian kebijakan-kebijakan mulai dari pajak terhadap ekspor-impor,” ujarnya.

Lucky juga bilang, kebijakan itu bagus untuk Amerika Serikat, tetapi kurang menarik untuk mitra dagang.

Kalau Trump Menang, Ini Dampaknya Buat Indonesia

Sekadar informasi, Amerika Serikat merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Per Juli 2024 saja, ekspor ke Amerika Serikat menyumbang 10,39% dari total ekspor nonmigas Indonesia.

“Jadi, saya melihat kebijakan ekonomi terbuka akan baik untuk Indonesia,” pungkas Lucky.

Sebelumnya, Direktur Riset Bidang Keuangan CORE Indonesia, Etika Karyani pernah mengatakan, arah kebijakan Trump dapat membuat tensi perang dagang AS-Tiongkok memanas.

“Kalau ini terjadi, ada potensi pasar saham di Asia berguguran,” kata Etika menambahkan.

Etika juga bilang, hal tersebut dapat memberikan guncangan terhadap IHSG dan nilai tukar rupiah

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//