FAKTA.COM, Jakarta - Sektor keuangan Indonesia masih cetek. Implikasinya, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi tidak maksimal.
Hal tersebut diungkap oleh Ekonom Senior, Faisal Basri dalam Non Bank Financial Forum Infobank Media Group 2024, Jumat (26/7/2024).
Dalam kesempatan itu, Faisal memaparkan fakta-fakta yang tertuang pada Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025. Dokumen itu menunjukkan ceteknya sektor keuangan Indonesia.
Salah satunya adalah kontribusi industri asuransi yang masih rendah. "Industri asuransi ini kita lihat Indonesia cuma 5,8% dari Produk Domestik Bruto atau PDB,” ujar Faisal.
Angka tersebut berada di bawah negara tetangga, seperti Filipina 8,5%, Thailand 23,2%, Malaysia 20,3%, dan Singapura 47,5%. Faisal bilang, kalau bisa menyamai angka Filipina saja pasarnya bisa mencapai puluhan hingga ratusan triliun.
Di samping itu, Faisal juga menyoroti aset dana pensiun kita yang masih rendah, yakni 6,9% dari total PDB. Padahal, Malaysia angkanya menyentuh 59,9% dari PDB.
“Kalau kita 10% (aset dana pensiun terhadap PDB) saja, itu luar biasa dana yang bisa digerakkan untuk pembangunan,” kata Faisal menambahkan.
Secara keseluruhan, kontribusi sektor keuangan terhadap PDB Indonesia hanya menyentuh 4,1%, sementara itu beberapa negara tetangga berada di atasnya, seperti Malaysia dengan 6,1%, Thailand 8,3%, Filipina 10,1%, dan Singapura 11,9%.
Lebih lanjut, Faisal memaparkan rasio kredit perbankan untuk sektor swasta terhadap PDB yang juga masih tergolong rendah, angkanya ialah 30,6% per 2022. Sementara itu, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura angkanya bahkan menembus 100%.
“Makanya tumbuhnya (ekonomi) 5% terus,” tutur Faisal.
Faisal juga bilang, kalau angkanya meningkat serempat saja pertumbuhan ekonomi bisa menembus 5%. “Pertumbuhan ekonomi minimum 6,5%,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Faisal menuturkan bahwa tidak ada alasan untuk pesimis asal OJK mampu kondusif mendorong semua untuk bisa memaksimalkan potensi yang ada.