FAKTA.COM, Jakarta - Usulan mengenai pengenaan tarif masuk untuk produk Tiongkok yang disampaikan oleh Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan perlu dikaji secara komprehensif berbagai dampaknya. Salah satunya terkait dengan ketersediaan barang dan kemampuan industri dalam negeri untuk menggantikan produk tersebut.
Seperti diketahui, proporsi produk Tiongkok terhadap total impor Indonesia tahun 2023 berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) masih yang terbesar, dengan angka 28,34%.
Meski demikian, Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengungkap bahwa dampaknya terhadap ketersediaan barang tidak akan begitu signifikan hingga mengakibatkan supply shock. Hal tersebut karena produk yang dikenakan tarif masuk juga diproduksi di dalam negeri.
“Menurut saya tidak akan terjadi supply shock, tetapi akan agak menurun (supply) dan harapannya pasar dalam negeri bisa mengisi kekosongan tersebut,” kata Tauhid kepada Fakta.com, Selasa (9/7/204)
Tauhid juga menambahkan, untuk menggantikan barang impor, produsen domestik perlu menghasilkan kualitas yang setidaknya hampir mirip dengan barang impor. Di samping itu, produsen domestik juga harus terus berinovasi dan mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan selera pasar.
Untuk dapat bersaing, Tauhid mengungkap efisiensi dari industri dalam negeri perlu dilakukan melalui berbagai upaya. Di antaranya perbaikan teknologi industrial dan efisiensi tenaga kerja.
Selain itu, Tauhid berpendapat pemerintah perlu lebih agresif untuk menerapkan hambatan nontarif yang masih diperkenankan WTO.
“Kita (Indonesia) hambatan nontarif-nya hanya 200-an, artinya barang itu masuk ke Indonesia banyak dengan kualitas rendah,” ujar Tauhid.
Kemudian, menanggapi besaran angka maksimal tarif bea masuk sebesar 200% yang menjadi perbincangan, Tauhid menganggap angka tersebut masih rasional. Dengan catatan, tarif tersebut dikenakan untuk barang final.
“Angka 200% maksimal, menurut saya masih rasional, tetapi perlu dilihat produk final atau bahan baku,” kata Tauhid menambahkan.
Seperti diketahui, Mendag Zulhas sedang mengkaji kemungkinan penerapan dua jenis bea masuk baru untuk tujuh sektor industri. Rencana yang dimaksud adalah Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping.
"Kalau impornya melonjak-lonjak yang mematikan industri kita, secara peraturan nasional kita boleh mengenakan yang namanya BMTP," ujar Zulhas, sapaan akrab Zulkifli Hasan, ketika ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (5/7/2024).
Produk-produk tersebut meliputi tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil sudah jadi, dan alas kaki.