APBN 2025 Sudah Gelontorkan Rp10,65 Triliun Subsidi, Ini Rinciannya

Ilustrasi - Pemerintah buka keran subsidi dalam APBN 2025. (Fakta.com/Putut Pramudiko)
FAKTA.COM, Jakarta – Kementerian Keuangan memastikan kucuran dana untuk subsidi dan kompensasi dalam APBN 2025 tetap berjalan semestinya. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara menyampaikan bahwa pemerintah sudah gelontorkan dana Rp10,65 triliun untuk subsidi dan kompensasi hingga Februari 2025.
Detailnya, realisasi subsidi berasal dari subsidi energi sebesar Rp10,6 triliun dan subsidi non-energi Rp53,6 milyar.
"Kita lihat volume dari berbagai macam barang yang mendapatkan subsidi ini volumenya rata-rata meningkat," ujar Suahasil saat konferensi pers APBN Kita di Jakarta pada Kamis (13/3/2025).
Perlu diketahui, postur APBN 2025 untuk subsidi dan kompensasi mencapai Rp394,3 triliun, lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp386,9 triliun atau naik 19,12 persen.
Subsidi energi, kata Suahasil, tetap menjadi prioritas.
Jika dilihat datanya, anggaran yang digelontorkan pada subsidi ini mencapai Rp203,4 triliun atau 51 persen dari total anggaran untuk subsidi dan kompensasi.
Selain energi, pemerintah juga meningkatkan subsidi pupuk untuk mendukung sektor pertanian.
Hingga Februari 2025, penyaluran pupuk bersubsidi mencapai 1,3 juta ton, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya 0,87 juta ton pada periode yang sama.
“Ini adalah karena ada perubahan kebijakan yang digiring oleh Bapak Presiden dan melalui Pak Menko Pangan serta Menteri Pertanian yang menata ulang penyaluran pupuk bersubsidi. Sehingga dalam dua bulan pertama ini, bisa disalurkan pupuk yang lebih banyak untuk kelompok petani kita,” jelas Suahasil.
Mekanisme pemberian subsidi ini dilakukan dengan cara APBN menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayarkan oleh masyarakat.
Sebagai contoh, dalam penetapan harga bahan bakar jenis Pertalite, harga keekonomiannya seharusnya mencapai Rp11.700 per liter. Namun, masyarakat hanya membayar Rp10.000 per liter.
Selisih sebesar Rp1.700 per liter atau sekitar 15 persen dari harga keekonomian tersebut ditanggung oleh APBN.
Meskipun ada efisiensi anggaran di beberapa sektor, Suahasil menegaskan bahwa belanja subsidi dan kompensasi tidak dikurangi.
“Di sini memang ada efisiensi, memang kita sisir, ada efisiensi anggaran. Namun, diamankan semua tugas dan fungsi dasar pelayanan masyarakat. Subsidi biodiesel tetap jalan, pelayanan kesehatan tetap berjalan, dan bantuan operasional perguruan tinggi tetap disalurkan,” pungkasnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani juga menyebut, meskipun terjadi efisiensi, realisasi belanja tetap dalam jalurnya. Termasuk soal pemberian subsidi yang utamanya juga untuk berkontribusi menekan angka inflasi.
Menkeu yang sekaligus juga sebagai Kepala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ini menggarisbawahi bahwa kebijakan subsidi yang diterapkan pemerintah berkontribusi dalam menekan inflasi.
Menurutnya, berbagai langkah strategis telah dilakukan pemerintah guna menjaga daya beli masyarakat dan mengurangi tekanan harga.
“Jadi banyak yang memberikan interpretasi, oh kita deflasi karena masyarakat lesu, enggak juga. Karena banyak administered price yang dilakukan semenjak tahun ini seperti pemberian diskon listrik 50 persen, menjelang lebaran kita menurunkan atau membebaskan untuk beberapa tarif tol, kita menurunkan harga tiket pada titik-titik yang biasanya harga melonjak,” ujar Sri Mulyani.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini secara langsung berkontribusi terhadap penurunan harga barang dan jasa. “Penurunan harga itu deflasi, tapi turun karena policy, bukan karena permintaannya tidak ada,” pungkasnya.