FAKTA.COM, Jakarta - Nilai tukar rupiah telah bertahan di level Rp16.000 per US$ dalam kurun waktu tiga bulan. Terutama jika melihat dari informasi kurs JISDOR yang dirilis Bank Indonesia.
Menurut data itu, level tersebut sudah berlangsung sejak 27 Mei 2024 saat menyentuh level Rp16.064 per US$.
Terbaru, pada Senin (29/7/2024), kurs JISDOR berada di level Rp16.286 per US$. Artinya, nilai tukar rupiah sudah terdepresiasi 5,5% dari posisi akhir 2023 Rp15.439 per US$.
Belum lama ini, Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual mengatakan nilai tukar rupiah masih akan berada dalam kisaran Rp16.000-Rp16.500. Alasannya, nilai rupiah masih akan sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).
Kendati demikian, menurut David, The Fed akan mulai menurunkan suku bunga di akhir tahun sehingga memberikan sinyal baik untuk nilai tukar rupiah.
"Perkiraannya, Fed akan mulai menurunkan suku bunga di akhir tahun dan ini positif buat rupiah," ujar David.
Di sisi lain, Bank Indonesia sebenarnya cukup rajin melakukan kebijakan intervensi. Salah satunya melalui lelang Sekuritas Rupiah (SRBI).
Menurut data Bank Indonesia, sepanjang tahun ini hingga 26 Juli 2024, akumulasi lelang SRBI mencapai Rp719,95 triliiun. Dari jumlah itu, investor asing cukup masuk dengan membukukan beli bersih (net buy).
Net buy asing dalam SRBI mencapai Rp169,41 triliun berdasarkan data setelmen sampai 25 Juli 2024.
SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa surat berharga milik Bank Indonesia.
Adapun SRBI juga merupakan bagian dari intervensi Bank Indonesia dalam operasi moneter untuk mencapai stabilitas moneter di pasar uang dan pasar valas. (Muhammad Azka Syafrizal)