Pilot Laporkan 19 Gangguan Balon Udara Tradisional

Balon udara tradisional membahayakan penerbangan. (Dok. Kemenhub)
FAKTA.COM, Jakarta - AirNav Indonesia, pengatur lalu lintas penerbangan di Indonesia, mencatat hingga Kamis (3/4/2025), ada 19 laporan pilot yang mengalami gangguan balon udara yang membahayakan pesawat.
Selama Lebaran, masyarakat di sejumlah daerah memiliki kebiasaan untuk menerbangkan balon udara tanpa mempertimbangkan sisi keselamatan.
Misalnya, di Dusun Bancang, Desa Gandong Kabupaten Tulungagung, balon udara yang diterbangkan bersamaan dengan petasan akhirnya jatuh dan meledak sehingga menyebabkan kerusakan berupa satu rumah dan mobil.
Berdasarkan Siaran Pers Kementerian Perhubungan, Jumat (4/4/2025), AirNav mencatat 19 laporan penampakan balon udara dari pilot.
Kementerian Perhubungan sebenarnya mendukung festival balon udara yang sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat. Namun, kegiatan tersebut wajib memenuhi sejumlah ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 40 Tahun 2018, ketentuan penerbangan balon udara itu meliputi berbagai hal. Pertama, warna balon wajib mencolok agar mudah dikenali. Lalu, balon udara berdiameter maksimal 4 meter dan minimal ditambatkan menggunakan tiga tali yang dilengkapi panji-panji.

Ikustrasi. Balon udara yang diterbangkan secara liar bisa mencapai ketinggian pesawat. (dok. Boeing)
Jika balon tidak berbentuk bulat atau jumlahnya lebih dari satu, ukurannya dibatasi maksimal 4x4x7 meter, dengan tinggi tidak lebih dari tujuh meter.
Kemudian, balon udara hanya boleh terbang hingga ketinggian 150 meter dengan jarak pandang maksimal 5 kilometer. Balon udara juga dilarang menggunakan bahan yang mudah terbakar atau meledak.
Penerbangan balon harus dilakukan di luar radius 15 kilometer dari bandara, serta di tanah lapang yang jauh dari permukiman, tiang, kabel listrik, pepohonan, dan SPBU. Waktu penerbangan dibatasi sejak matahari terbit hingga matahari terbenam.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kemenhub, Lukman F. Laisa mengungkap bahwa pemerintah pun turut aktif dalam sosialisasi terkait aturan penerbangan balon udara guna mengantisipasi terjadinya kecelakaan.
“Selain itu, kami juga melakukan koordinasi dengan BMKG terkait prediksi arah angin guna memprediksi pergerakan balon udara liar serta informasi penerbangan dari Airnav Indonesia sebagai pedoman bagi para pilot dalam bertugas, ” kata Lukman.
Terpisah, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengungkap bahwa kebiasaan yang marak muncul selama Lebaran itu sangat membahayakan.

Tradisi balon udara mestinya dipusatkan di festival yang terpantau. (dok. Freepik)
“Balon udara tradisional yang terbang di ketinggian sekitar 30.000 kaki di jalur penerbangan dapat membahayakan aktivitas penerbangan. Balon udara yang terhisap mesin pesawat dapat menyebabkan mesin mati, terbakar, atau bahkan meledak,” ujar Djoko dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/4/2025).
Meski begitu, Djoko menyebutkan bahwa ada daerah yang secara rutin menjalankan tradisi menerbangkan balon udara, tetapi tetap memperhatikan aspek keamanan, yakni Kabupaten Wonosobo. Djoko juga bilang bahwa Pemkab Wonosobo seringkali melakukan pembinaan dan sosialisasi kepada masyarakat terkait soal penyelenggaraan festival balon udara.
“Balon udara yang diterbangkan dalam festival ini dipastikan tidak mengganggu penerbangan. Sebab, balon udara yang diterbangkan sudah ditambahkan dengan tali. Sehingga balon udara tidak terbang bebas,” imbuh Djoko